Landasan


LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN


Filsafat telah ada semenjak manusia ada, tetapi keberadaannya tidak diakui secara formal seperti filsafat sekarang. Manusia semenjak mereka ada di muka bumi dan hidup bermasyarakat sudah memiliki gambaran dan cita-cita yang mereka kejar dalam hidupnya, baik secara individu maupun berkelompok. Gambaran dan cita-cita tentang kehidupan ini pula yang mendasari adat istiadat suatu suku atau bangsa, norma, dan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Begitu pula pendidikan yang berlangsung di suatu suku atau bangsa, tidak terlepas dari  gambaran dan cita-cita di atas.
Filsafat  ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya. Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang sifatnya relatif. Dalam garis besarnya ada empat cabang filsafat yaitu metafisika, epistemologi, logika dan etika. Filsafat dikatakan sebagai induk dari semua bidang ilmu. Dari filsafatlah ilmu-ilmu lahir.
Pendidikan adalah merupakan salah satu bidang ilmu. Pendidikan lahir dari induknya yaitu filsafat. Sejalan dengan proses perkembangan ilmu, ilmu Pendidikan juga lepas secara perlahan-lahan dari induknya. Filsafat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai ke akar-akarnya mengenai pendidikan.
Bangsa Indonesia baru memiliki filsafat umum atau filsafat negara ialah Pancasila. Sebagai filsafat negara, Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada segala bidang, dan mewarnai segala segi kehidupan dari hari ke hari.
Belum ada upaya mengoperasionalkan Pancasila agar mudah diterapkan dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat, termasuk penerapannya dalam dunia pendidikan. Dunia pendidikan di Indonesia belum punya konsep atau teori-teori sendiri yang cocok dengan kondisi, kebiasaan, atau budaya Indonesia tentang pengertian pendidikan dan cara-cara mencapai tujuan pendidikan. Sebagian besar konsep atau teori pendidikan diimpor dari luar negeri sehingga belum tentu valid untuk diterapkan di Indonesia.
Pendidikan di Indonesia perlu diwujudkan dalam bentuk Ilmu Pendidikan seperti halnya model pendidikan di Eropa. Hanya saja Ilmu Pendidikan di Indonesia harus menunjukkan ciri khas negara Indonesia termasuk Pancasilanya.
Perry mengemukakan tiga metode dalam Ilmu Pendidikan seperti berikut (Soedomo, 1990):
1.   Metode normatif, suatu metode yang berusaha menjelaskan tentang keberadaan manusia, sebagaimana seharusnya manusia itu bersikap dan bertindak sebagaimana dirinya dan terhadap manusia maupun makhluk lain.
2.   Metode eksplanatori, suatu metode yang berusaha menentukan kondisi dan kekuatan apa yang dapat membuat suatu proses pendidikan berhasil.
3.      Metode teknologi, ialah cara mendidik itu sendiri yaitu praktek mendidik di lapangan.
Untuk bisa membentuk teori pendidikan di Indonesia yang valid, terlebih dahulu dibutuhkan filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia yang memadai. Filsafat ini akan menguraikan tentang:
1.      Pengertian pendidikan yang jelas, yang satu, dan berlaku di seluruh tanah air.
2.     Tujuan pendidikan, yaitu pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang diwarnai oleh sila-sila Pancasila.
3.      Model pendidikan, yang membahas tentang model pendidikan di Indonesia yang tepat.
4.      Cara mencapai tujuan, yaitu segi teknik dari pendidikan itu sendiri.
Untuk mengembangkan Ilmu Pendidikan yang bercorak Indonesia secara valid, terlebih dahulu dibutuhkan pemikiran dan perenungan yang mendalam tentang ilmu itu sendiri dan budaya serta geografis Indonesia yang akan mewarnainya. Pemikiran dan perenungan itu adalah filsafat yang khusus membahas pendidikan yang tepat diterapkan di bumi Indonesia.

Sumber:
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan: Stimulus Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.




LANDASAN EKONOMI PENDIDIKAN


A
. Peran Ekonomi Dalam Pendidikan
Pemerintah Indonesia tetap mengutamakan pembangunan ekonomi. Kalau dahulu alasannya ekonomi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, maka kini di samping alasan itu juga agar tidak kalah bersaing dalam era globalisasi ekonomi ini. Perhatian pemerintah sangat besar dalam bidang ekonomi. Berbagai kebijaksanaan dan peraturan baru dibuat. Frekuensi munculnya kebijaksanaan dan peraturan-peraturannya ini cukup banyak. Dan jelas berbeda sekali dengan frekuensi munculnya kebijakan dan peraturan-peraturan baru di bidang lain.
Perkembangan ekonomi makro berpengaruh pula dalam bidang pendidikan. Cukup banyak orang kaya sudah mau secara sukarela menjadi bapak angkat agar anak-anak dari orang tidak mampu bisa bersekolah, terlepas dari apakah karena dorongan hati sendiri atau berkat imbauan pemerintah yang tidak pernah berhenti. Sikap dan tindakan seperti ini sangat terpuji, bukan hanya karena bersifat peri kemanusiaan, melainkan juga dalam upaya membantu menyukseskan wajib belajar 9 tahun. Mereka telah menyisihkan sebagian dari rejekinya untuk beramal bagi yang memerlukan. Tindakan seperti ini patut dicontoh oleh mereka yang kaya tetapi belum menjadi bapak angkat.

Perkembangan lain yang menggembirakan di bidang pendidikan adalah terlaksananya sistem ganda dalam pendidikan. Sistem ini bisa berlangsung pada sejumlah lembaga pendidikan, yaitu kerjasama antara sekolah dengan pihak usahawan dalam proses belajar mengajar para siswa adalah berkat kesadaran para pemimpin perusahaan atau industri akan pentingnya pendidikan. Kesadaran ini pun muncul sebagian karena usaha mereka berhasil dan memberi keuntungan lebih banyak.
Implikasi lain dari keberhasilan pembangunan ekonomi secara makro adalah munculnya sejumlah sekolah unggul. Sekolah-sekolah ini didirikan oleh orang-orang kaya atau konglomerat atau kumpulan dari mereka, yang bertebaran di seluruh Indonesia. Sekolah ini lebih unggul dalam sarana dan prasarana pendidikan, lebih unggul alam menggaji pendidik-pendidiknya. Program belajarnya lebih beragam atau lebih kaya mungkin proses belajarnya juga lebih baik.
Walaupun kebijakan dan program sekolah ini tidak sama satu dengan yang lain, diharapkan mereka tidak pilih kasih menerima calon siswa. Artinya setiap calon darimanapun asalnya hendaklah diberi kesempatan yang sama asal mereka mampu membayar. Begitu pula proses belajar mengajar hendaklah lebih baik daripada sekolahsekolah pada umumnya, sehingga ia patut menjadi contoh bagi sekolah-sekolah lain. Dan yang paling penting bisa menghasilkan lulusan yang bermutu serta tidak menyimpang dari tujuan pendidikan nasional kita.
Selain ekonomi makro, ekonomi mikro penting juga dibahas dalam perannya di bidang pendidikan. Ekonomi memegang peran yang penting dalam kehidupan seseorang, walaupun orang itu sudah menyadari bahwa kehidupan yang gemerlapan tidak menjamin akan kebahagiaan. Masih banyak keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sehingga dalam kesehariannya masih sibuk bergelut untuk bisa meraih tingkat ekonomi yang tinggi.
Betapa tinggi peran ekonomi di mata seseorang, bangsa bahkan dunia. Tingkat kehidupan sekolah atau perguruan tinggi pun sangat ditentukan oleh kondisi ekonominya masing-masing. Persekolahan di Indonesia sebagian besar masih lemah ekonominya. Hal ini terjadi karena keterbatasan dana dari pemerintah maupun dari yayasan.

B. Fungsi Produksi dalam Pendidikan

Fungsi produksi dalam pendidikan ini bersumber dari buku Thomas , yang membagi fungsi produksi menjadi tiga macam yaitu, (1) fungsi administrator, (2) fungsi produksi psikologi, (3) fungsi produksi ekonomi. Sementara itu yang dimaksud fungsi produksi adalah hubungan antara output dengan input. Jadi, suatu organisasi pendidikan dikatakan produktif kalau paling sedikit memiliki keseimbangan antara output dengan input.
Pada fungsi produksi administrator yang dipandang input adalah segala sesuatu yang menjadi wahana dan proses pendidikan. Input yang dimaksud adalah:
1. Prasarana dan sarana belajar,
2. Perlengkapan belajar, media dan alat peraga baik di dalam kelas maupun di laboratorium.
3. Buku-buku dan bentuk material lainnya seperti film, disket, dan sebagainya.
4. Barang-barang habis pakai seperti zat-zat kimia, kapur, kertas, dll.
5. Waktu guru bekerja dan personalia lainnya yang dipakai dalam memproses peserta didik.
Sementara itu yang dimaksud dengan output pada fungsi produksi ini adalah sebagai bentuk layanan dalam memproses perserta didik
Dengan demikian baik input maupun output pada fungsi administrator ini, keduanya dapat dihitung dengan uang.Input pada fungsi produksi psikologi adalah sama dengan input fungsi produksi administrator. Hanya outputnya berbeda. Output fungsi produksi psikologi adalah semua hasil belajar siswa yang mencakup:
1. Peningkatan kepribadian.
2. Pengarahan dan pembentukan sikap.
3. Penguatan kemauan.
4. Peningkatan estetika.
5. Penambahan pengetahuan, ilmu dan teknologi.
6. Penajaman pikiran.
7. Peningkatan keterampilan.

Suatu lembaga pendidikan dipandang berhasil dari segir fungsi produksi psikologi, kalau harga inputnya sama atau lebih kecil daripada harga outputnya.
Fungsi produksi yang ketiga adalah yaitu fungsi produksi ekonomi. Input fungsi produksi ekonomi adalah sebagai berikut:
1. Semua biaya pendidikan seperti pada input fungsi produksi administrator.
2. Semua uang yang dikeluarkan secara pribadi untuk keperluan pendidikan seperti uang saku,    transportasi, membeli buku, alat-alat tulis, dan sebagainya.
3. Uang yang mungkin diperoleh lewat bekerja selama belajar atau kuliah, tetapi tidak didapat sebab waktu tersebut dipakai untuk belajar atau kuliah. Uang seperti ini disebut opportunity cost.
Samahalnya dengan kedua fungsi produksi terdahulu, fungsi produksi ekonomi inipun akan dipandang baik manakala harga inputnya sama atau lebih kecil daripada harga outputnya.
Dengan demikian, fungsi produksi ekonomi ini akan bisa diaplikasi dengan baik, bila ada jaminan bahwa para peserta didik segera bekerja setelah lulus.
Dalam masa pembanguan Indonesia sekarang, pengembangan perilaku ekonomi mendapat tempat yang strategis, dengan munculnya kebijakan Link and Match. Kebijakan ini meminta dunia pendidikan menyiapkan tenaga-tenaga kerja yang sesuai dengan pasaran kerja, yang mencakup mutu, jumlah, dan jenisnya.
Dari uraian tesebut di atas, bila pembanguan di Indonesia yang mengutamakan pembangunan ekonomi seperti sekarang, maka haruslah pendidikan diberi perhatian yang lebih besar, terutama dananya, di samping mengatur sistem, struktur, kurikulum, dan jumlah serta jenis pendidikannya.

C. Ekonomi Pendidikan
Sebagai tempat pembinaan, pendidikan tidak memandang ekonomi sebagai pemeran utama seperti halnya di dunia bisnis. Ekonomi hanyalah sebagai pemegang peran yang cukup menentukan. Sebab tanpa ekonomi yang memadai dunia pendidikan tidak akan bisa berjalan dengan baik dan lancar.
Ada hal lain yang lebih menentukan hidup matinya maju mundurnya suatu lembaga pendidikan dibandingkan dengan ekonomi, yaitu dedikasi, keahlian, dan keterampilan pengelola dan guru-gurunya. Artinya, kalau pengelola/penyelenggara dan guru-guru memiliki dedikasi yang memadai, ahli dalam bidangnya masing-masing dan memiliki keterampilan yang mencukupi dalam melaksanakan tugasnya, besar kemungkinan lembaga itu akan sukses melaksanakan misinya, walaupun dengan ekonomi yang tidak memadai.
Sebagai contoh adalah perguruan Santiniketan di India yang dikelola oleh Rabindranat Tagore. Satu-satunya modal yang dimiliki oleh perguruan ini adalah semangat dan cita-cita tinggi untuk membina anak-anak, ketika perguruan itu mulai berdiri. Namun dengan semangat dan kegotongroyongan yang tinggi perguruan itu masih tetap bisa berdiri, hidup, dan semakin maju berkat ddedikasi, keahlian dan keterampilan pengelola dan guru-gurunya.
Fungsi ekonomi dalam dunia pendidikan adalah untuk menunjang kelancaran proses pendidikan. Ekonomi pendidikan sama fungsinya dengan sumber-sumbeer pendidikan yang lain, seperti guru, kurikulum, alat peraga, dan sebagainya untuk menyukseskan misi pendidikan, yang semuanya bermuara pada perkembangan peserta didik.
Sebagai materi pelajaran dalam masalah ekonomi dalam kehidupan manusia. Untuk mencapai sasaran itu Selain sebagai penunjang proses pendidikan, ekonomi pendidikan juga berfungsi pendidikan perlu menyiapkan materi atau lingkungan belajar yang mengandung perekonomian. Materi ini tidak harus merupakan bidang studi tersendiri, melainkan dapat diselipkan pada pelajaran-pelajaran yang lain.
Selanjutnya yang berkenaan dengan pengelolaan pembiayaan pendidikan, seperti diketahui setiap lembaga pendidikan mengelola sejumlah dana pendidikan yang bersumber dari pemerintah, masyarakat, dan usaha lembaga itu sendiri. Menurut jenisnya pembiayaan pendidikan dijadikan tiga kelompok yaitu:
1. Dana rutin, ialah dana yang dipakai membiayai kegiatan rutin seperti gaji, pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat, perkantoran, biaya pemeliharaan, dan sebagainya.
2. Dana pembangunan ialah dana yang dipakai membiayai pembangunan-pembangunan dalam berbagai bidang.
3. Dana bantuan masyarakat, termasuk SPP, yang digunakan untuk membiayai hal-hal yang belum dibiayai oleh dana rutin dan dana pembangunan.
4. Dana usaha lembaga sendiri yang penggunaannya sama dengan butir 3 di atas.

Yang bertugas mengelola ekonomi pendidikan ini adalah administrator atau pemimpin lembaga pendidikan yang dibantu oleh badan perencana dan bendahara.
Pertanggungjawaban pemakaian dana dilakukan oleh bendahara yang disahkan administrator, baik pertanggungjawaban kepada pemerintah, yayasan, Komite Sekolah, maupun kepada personalia lembaga pendidikan itu sendiri.
Kesimpulan dari beberapa hal penting dalam ekonomi pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Ekonomi pendidikan memegang peran cukup penting, dalam menyukseskan misi pendidikan.
2. Fungsi ekonomi pendidikan adalah sebagai penunjang kelancaran proses pendidikan dan sebagai materi pelajaran untuk membentuk manusia ekonomi.
3. Sumber dana pendidikan selain dari pemerintah atau yayasan dan masyarakat, lembaga pendidikan masih bisa menggali sumber-sumber lain sebanyak mungkin.
4. Dana pendidikan perlu dikelola secara profesional, pada umumnya dengan SP 4 dan dipertanggungjawabkan dengan bukti-bukti pembelian yang sah.

D. Efisiensi dan Efektivitas Dana Pendidikan
Yang dimaksud dengan efisiensi dalam menggunakan dana pendidikan adalah penggunaan dana yang harganya sesuai atau lebih kecil daripada produksi dan layanan pendidikan yang telah direncanakan. Sementara itu yang dimaksud dengan penggunaan dana pendidikan secara efektif adalah bila dengan dana tersebut tujuan pendidikan yang telah direncanakan bisa dicapai dengan relatif sempurna.
Fungsi produksi diciptakan orang dengan salah satu tujuannya adalah untuk mendapatkan efisiensi pendidikan. Semua bagian pendidikan mereka hitung dengan uang, dengan maksud membandingkan uang dengan uang agar mudah dilakukan. Tetapi sayang ada bagian-bagian produk pendidikan tidak mudah diukur dengan uang, lagi pula tidak semua produk pendidikan itu murni dihasilkan oleh lembaga pendidikan. Bertitik tolak dari sini, seharusnya semua pemakaian dana pada kegiatan apa pun dalam pendidikan perlu diukur efisiensinya.
Faktor-faktor utama yang diperhatikan dalam menentukan tingkat efisiensi pendidikan adalah:
a.       Penggunaan uang
b.      Proses kegiatan
c.       Hasil kegiatan
Analisis tentang efektivitas biaya ialah upaya untuk mengetahui apakah sejumlah biaya tertentu dapat memberikan hasil pendidikan yang sudah ditentukan. Biaya pendidikan digunakan secara efektif berarti biaya itu diarahkan hanya untuk mencapai tujuan pendidikan yang  ternyata sudah selesai dikerjakan, tujuan yang  direncanakan semua benar-benar tercapai. Dengan demikian biaya efektif suatu program ialah biaya yang menurut harga pasar yang sedang berlaku, dapat menyelesaikan program itu sesuai dengan tujuan yang direncanakan.
Efektivitas pendanaan juga untuk memilih alternatif pemrosesan yang terbaik:
a.       Untuk alternatif-alternatif yang belum diuji coba, atau dengan asumsi sama-sama efektif, maka alternatif yang dipilih adalah yang memakai biaya paling kecil.
b.      Untuk alternatif-alternatif yang telah diuji coba, sehingga diketahui efektivitasnya masing-masing, maka alternatif yang dipilih adalah yang memiliki angka hasil bagi biaya oleh efektivitasnya paling kecil.

Sumber:
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan: Stimulus Pendidikan Bercorak Indonesia.       Jakarta: Rineka Cipta.
Prima. Landasan Ekonomi Pendidikan.
http://primaklaten.blogspot.com/  diakses hari sabtu tgl 2 Oktober 2010 pukul 11:16



LANDASAN HUKUM PENDIDIKAN

Tiap tiap negara memiliki peraturan perundang-undangan sendiri. Negara Republik Indonesia mempunyai peraturan perudang-udangan yang bertingkat, mulai dari Undang Undang Dasar 1945, Undang Undang, Peraturan Pemerintah, Ketetapan sampai dengan surat Keputusan. Kegiatan pendidikan di Indonesia juga memiliki peraturan sebagai dasar dalam pelaksanaannya.
Pengertian Landasan Hukum
Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat berpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan. Tetapi tidak semua kegiatan pendidikan dilandasi oleh aturan-aturan baku ini, contohnya aturan cara mengajar, cara membuat persiapan, supervisi, yang sebagian besar dikembangkan sendiri oleh para pendidik.
Pendidikan Menurut Undang Undang Dasar 1945
Pasal pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan 32. Pasal 31 mengatur tentang pendidikan kewajiban pemerintah membiayai wajib belajar 9 tahun di SD dan SMP, anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD, dan sistem pendidikan nasional. Sedangkan pasal 32 mengatur tentang kebudayaan.
Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum(istilah-istilah terkait dalam dunia pendidikan), dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga negara, orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar, estándar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pendanaan pendidikan, pengelolaan pendidikan, peran serta masyarakat dalam pendidikan, evaluasi akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan, penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara lain, pengawasan, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
Undang Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Undang undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum(istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan tujuan , prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan dosen dari kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi profesi dan kode etik, sanksi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
Implikasi Konsep Pendidikan
Sebagai implikasi dari landasan hukum pendidikan, maka pengembangan konsep pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.      Ada perbedaan yang jelas antara pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
2.   Pendidikan profesional tidak cukup hanya menyiapkan ahli dalam menerapkan statu teori, tetapi juga mempelajari cara membina tenaga pembantu dan mengusahakan alat-alat bekerja.
3.   Sebagai konsekuensi dari beragamnya kemampuan dan minat siswa serta dibutuhkannya tenaga verja menengah yang banyak maka perlu diciptakan berbagai ragam sekolah kejuruan.
4.     Untuk merealisasikan terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya maka perlu perhatian yang sama terhadap pengembangan afeksi, kognisi dan psicomotor pada semua tingkat pendidikan.
5.  Pendidikan humaniora perlu lebih menekankan pada pelaksanaan dalam kehidupan seharí-hari agar pembudayaan nilai-nilai Pancasila akan lebih mudah dicapai.
6.      Isi kurikulum mulok agar disesuaikna dengan norma-norma, alat, contoh dan keterampilan yang 
      dibutuhkan di daerah setempat.
7.    Perlu diselenggarakan suatu kegiatan badan kerjasama antara sekolah masyarakat dan orang tua untuk menampung aspirasi, mengawasi pelaksanaan pendidikan, untuk kemajuan di bidang pendidikan.

Sumber: 
Undang undang No. 20 Tahun 2003, No. 14 Tahun 2005.
Pidarta, Made.2007. Landasan Kependidikan: Stimulus Pendidikan bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.


LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN

Sejarah atau history adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang dapat didasari oleh konsep – konsep tertentu. Sejarah penuh dengan informasi yang mengandung kejadian, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya(Pidarta,2007:109).
SEJARAH PENDIDIKAN INDONESIA
1. Zaman Pengaruh Hindu dan Budha
Hinduisme dan Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika , secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut (Mudyahardja, 2008: 215) Pendidikan dilaksanakan dalam rangka penyebaran dan pembinaan kehidupan bergama Hindu dan Budha (ibid.: 217)
Tujuan Pendidikan
Identik dengan tujuan hidup yaitu manusia hidup untuk mencapai moksa bagi agama Hindu, dan manusia mencapai nirwana bagi agama Budha.
Sifat Pendidikan

1. Informal
2. Berpusat pada religi

3. Penghormatan yang tinggi terhadap guru
4. Aristokrasi
Jenis Pendidikan
1. Pendidikan Intelektual
2. Pendidikan Kesatriaan
3. Pendidikan Keterampilan
Lembaga Pendidikan
1. Pecatrikan/ Padepokan
2. Pura
3. Pertapaa
n
4. Keluarga

2. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
Islam mulai masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-13 dan mencakup sebagian besar Nusantara pada abad ke-16. Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan penyebaran Islam di Nusantara, baik sebagai agama maupun sebagai arus kebudayaan (ibid.: 221). Pendidikan Islam pada zaman ini disebut Pendidikan Islam Tradisional.
Pendidikan Islam Tradisional ini tidak diselenggarakan secara terpusat, namun banyak diupayakan secara perorangan melalui para ulamanya di suatu wilayah tertentu dan terkoordinasi oleh para wali di Jawa, terutama Wali Sanga.Sedangkan di luar Jawa, Pendidikan Islam yang dilakukan oleh perseorangan yang menonjol adalah di daerah Minangkabau (ibid.: 228-41).
Dasar / Tujuan Pendidikan
Dasar pendidikan ialah ajaran Islam, yang mengandung kerangka Iman, Islam dan Ikhsan. Tujuan Pendidikan dalam islam haruslah dalam rangka meningkatkan pengabdian manusia kepada Allah SWT.
Lembaga pendidikan
1. Langgar
2. Pondok Pesantren
Metode Pendidikan
1. Metode Sorangan (Individual)
2. Metode Halaqal / Palagan
Ciri-ciri Pendidikan
1. Pendidikan bersifat religius
2. Guru tidak memperoleh bayaran
3. Pendidikan Islam bersifat demokratis
3. Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan perniagaan (Mudyahardjo, 2008: 242).
Di samping mencari kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut, yakni Katholik (gospel). Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah akibat peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda pada tahun 1605 (Nasution, 2008: 4). Dalam setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan para paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu pijakan Portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus Xaverius dari orde Jesuit.
Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan (Mudyahardjo, 2008: 243). Yang dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama (Nasution, 2008: 4).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama kali tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyahardjo, 2008: 245).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat administrasi colonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5).
4. Zaman Kolonial Belanda
VOC pada perkembangannya diperkuat dan dipersenjatai dan dijadikan benteng oleh Belanda yang akhirnya menjadi landasan untuk menguasai daerah di sekitarnya. Lambat laun kantor dagang itu beralih dari pusat komersial menjadi basis politik dan territorial. Setelah pecah perang kolonial di berbagai daerah di tanakh air, akhirnya Indonesia jatuh seluruhnya di bawah pemerintahan Belanda (ibid.: 3).
Pada tahun 1816 VOC ambruk dan pemerintahan dikendalikan oleh para Komisaris Jendral dari Inggris. Mereka harus memulai system pendidikandari dasar kembali, karena pendidikan pada zaman VOC berakhir dengan kegagalan total. Ide-ide liberal aliran Ufklarung atau Enlightement, yang mana mengatakan bahwa pendidikan adalah alat untuk mencapai kemajuan ekonomi dan social, banyak mempengaruhi mereka (ibid.: 8).
Oleh karena itu, kurikulum sekolah mengalami perubahan radikal dengan masuknya ide-ide liberal tersebut yang bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial. Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan untuk anak-anak Belanda selama setengah abad ke-19.
Setelah tahun1848 dikeluarkan peraturan pemerintah yang menunjukkan bahwa pemerintah lambat laun menerima tanggung jawab yang lebih besar atas pendidikan anak-anak Indonesia sebagai hasil perdebatan di parlemen Belanda dan mencerminkan sikap liberal yang lebih menguntungkan rakyat Indonesia (ibid.: 10-13).
Pada tahun 1899 terbit sebuah atrikel oleh Van Deventer berjudul Hutang Kehormatan dalam majalah De Gids. Ia menganjurkan agar pemerintahnnya lebih memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia. Ekspresi ini kemudian dikenal dengan Politik Etis dan bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui irigasi, transmigrasi, reformasi, pendewasaan, perwakilan yang mana semua ini memerlukan peranan penting pendidikan (ibid.: 16). Di samping itu, Van Deventer juga mengembangkan pengajaran bahasa Belanda. Menurutnya, mereka yang menguasai Belanda secara kultural lebih maju dan dapat menjadi pelopor bagi yang lainnya (ibid.: 17).
Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yanorang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual baru.
Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928.
Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak-anak agar bisa mandiri dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2008: 125-33).

 Zaman VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie)
Dasar dan Tujuan Pendidikan
Yang menjadi dasar pendidikan adalah agama Kristen Protestan.
 Adapun tujuan pendidikan adalah:
1. Untuk mengembangkan ajaran Kristen Protestan
2. Pendidikan yang diberikan kepada bumi putra untuk mendapatkan tenaga pembantu yang
       murah, yang dapat dipekerjakan di VOC
Jenis-Jenis Sekolah
1. Pendidikan Dasar
2. Sekolah Latin
3. Seminarium Theologica
4. Akademi Pelayaran (Academic der Merine)

 Zaman Pemerintahan Hindia-Belanda
Ciri Persekolahan
1. Sekolah bersifat dualistis
2. Sekolah bersifat sekuler
3. Sekolah didasarkan kepada kebudayaan Barat
4.
Sekolah pemerintah kurang memperhatikan pendidikan kaum wanita
Jenis-Jenis Sekolah
1. Sekolah untuk orang Eropa
2. Sekolah untuk Bumi Putra
3. Sekolah Kejuruan

Pendidikan Hindia Belanda Sejak 1900
Landasan dan Tujuan Pendidikan
Sebagai pengaruh dari gerakan politik etis, maka arah etis (etische koers) dijadikan landasan dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah pendidikan. Tujuan pendidikan tidak pernah dinyatakan secara eksplisit. Tapi pada dasarnya diarahkan untuk memenuhi keperluan tenaga buruh demi kepentingan kaum bermodal Belanda.
Jenis-Jenis Persekolahan
1. Pendidikan Rendah (Lager Onderwijs)
2. Pendidikan Lanjutan / Menengah (Middelbaar Onderwijs)
3. Pendidikan Kejuruan (Vakonderwijs)
4. Pendidikan Tinggi (Hooger Onderwijs)
Pendidikan Swasta Oleh Bumi Putra
1.      MUHAMMADIYAH
Dasar Pendidikan
Yang menjadi dasar pendidikan Muhammadiyah ialah ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
 Tujuan Pendidikan
1. Mengembalikan amal dan perjuangan umat pada sumber Al-Qur’an dan Sunnah
2. Menafsirkan ajaran-ajaran Islam secara modern
3. Memperbaharui sistem pendidikan Islam secara modern sesuai kemajuan zaman
4. Membebaskan umat dari ikatan-ikatan tradisional, konsevatif, taqlidisme, yang membelenggu kehidupan umat.
Jenis-Jenis Sekolah
1. Al-Qismul Arqo didirikan pada tahun 1921,dirubah menjadi Hooger
  Muhammadiyah School, dimana pada tahun 1923 menjadi Kweekschool Islam. Pada tahun 1924 sekolah tersebut dipisah antara murid laki-laki dan perempuan, yang akhirnya pada tahun 1932 menjadi Muallimien Muhammadiyah (Sekolah Guru Islam Putra), dan Muallimat Muhammdiyah (Sekolah Guru Muhammadiyah Putri).
2. Taman kanak-kanak Muhammadiyah (Bustanul Athfal) didirikan pada tahun 1926,
3. Selanjutanya Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah seperti: HIS, Volschool, Verpolgschool, Schakelschoo
l

2.      TAMANSISWA
Azaz Pendidikan
a.      Hak seseorang untuk mengatur dirinya sendiri dengan tertibnya persatuan dalam perikehidupan umum (maatschappelijke saamhoorigheid)
b.      Pelajaran berarti mendidik anak akan menjadi manusia yang merdeka batinya, merdeka pikiranya, dan merdeka tenaganya
c.       Pendidikan berdasarkan kebudayaan sendiri
d.      Pendidikan ditujukan kepada golongan rakyat yang terbesar
e.       Pelaksanaan pendidikan didasarkan kekuatan sendiri
f.       Pendidikan harus dipikul sendiri dengan pendapatan uang biasa
g.      Pendidikan harus mengabdi pada seng anak
Dasar Pendidikan
Yang menjadi dasar pendidikan Taman Siswa ialah Panca Dharma
1. Kodrat alam
2. Kemerdekaan
3. Kebangsaan
4. Kebudayaan
5. kemanusiaan
Tujuan Pendidikan
Untuk mendidik anak agar percaya kepada kekuatan sendiri tidak menggantungkan diri kepada orang lain, dan atas dasar budaya bangsa sendiri
Jenis-Jenis Pendidikan
Taman Siswa terdiri dari :
1. Taman Indria
2. Taman Anak
3. Taman Dewasa
4. Taman Madya
5. Taman Gur
u

3.      INS (Indonesia Nederlandsche School)
Dasar pendidikan INS(Ag. Soejono,1979) adalah :
Berpikir logis dan rasional
1. Keaktifan atau kegiatan
2. Pendidikan kemasyarakatan
3. Memperhatikan bakat anak
4. Menentang intelektualisme
5. Pendidikan keindahaan diperlukan sungguh-sungguh
6. Rasa tanggungjawab dikembangkan dalam berbagai keaktifan
7. Peranan keagamaan diberi kesempatan berkembang luas
Tujuan pendidikan
1. Mendidik rakyat ke arah kemerdekaan
2. Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
3. Mendidik para pemuda agar mereka berguna bagi masyarakat
4. Menanamkan kepercayaan terhadap dirinya sendiri dan berani bertanggungjawab
5. INS harus dapat membiayai dirinya sendiri dan tidak mau menerima sokongan yang dapat mengurangi kebebasan bergerak dalam usahanya
Jenis Sekolah
1. Ruang reda (Sekolah dasar) 7 tahun
2. Ruang antara 1 tahun
3. Ruang dewasa 4 tahun
4. Ruang masyarakat 1 tahun
5. Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut sampai cita-cita untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan semangat 45 di hati mereka.
Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasi Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada dunia.
Landasan dan Tujuan Pendidikan
Landasan idiil pendidikan zaman Jepang disebut Hakko Ichiu, yaitu bangsa Indonesia berkerjasama dengan bangsa Jepang dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia Raya. Tujuan pendidikannya adalah menyediakan tenaga sukarela dan prajurit-prajurit untuk membantu peperangan bagi kemenangan Jepang.
Jenis Persekolahan
1. Sekolah Rakyat 6 tahun (Kokumin Gakko)
2. SMP 3 tahun (Koto Chu Gakko)
3. Sekolah Menengah Tinggi 3 tahun (Kogya Semmon Gakko)
4. Dan mendirikan Sekolah Pelayaran dan Sekolah Pelayaran Tingg
i
6. Pendidikan Nasional Indonesia Tahun 1945-1950 (dari Proklamasi-RIS)
Tujuan dan Dasar Pendidikan      
Pada masa Negara Kesatuan 1(1945-1949), tujuan pendidikan hanya digariskan pleh Kementrian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan dalam bentuk keputusan menteri,    1 Maret 1946, yaitu warga negara sejati yang menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk negara. sedangkan dasar pendidikan adalah Pancasila.
Baru setelah Kongres Pendidikan Indonesia di (1947), Usaha Panitia Pembentukan Rencana Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran (1948), serta Kongres Pendidikan (1949), lahirlah UU No.4 tahun 1950 yang menyatakan:
a.      Pasal 3
Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
b.      Pasal 4
Pendidikan dan pengajaran berdasarkan azas-azas yang termaktub dalam Pancasila Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan atas kebudayaan bangsa Indonesi
a
c.       Pasal 5 ayat 1
Bahasa indonesia sebagai bahasa persatuan adalah bahasa pengantar di sekolah-sekolah di Indonesi
a
d.      Pasal 5 ayat 2
Di taman kanak-kanak dan tiga kelas terendah di sekolah rendah bahsa daerah boleh dipergunakan sebagai bahasa pengantar.
Sistem Persekolahan
1.      Pendidikan Rendah
2. Pendidikan Menengah
3. Pendidikan Tingg
i
7. Perkembangan Pendidikan Indonesia Tahun 1950-1959 (Demokrasi Liberal)    
Tujuan dan Dasar Pendidikan       
Tujuan pendidikan dan pengajaran didasarkan pada UU No.4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah, yang berubah pada tanggal 18 Maret 1954 menjadi UU No.12 Tahun 1954.
Jenis-JenisPersekolahan
Sesuai UU No.12 Tahun 1954
Pasal 6 ayat 1, jenis pendidikan dan pengajaran
1.
Pendidikan dan pengajaran taman kanak-kanak
2. Pendidikan dan pengajaran rendah
3. Pendidikan dan pengajaran menengah
4. Pendidikan dan pengajran tinggi

8. Perkembangan Pendidikan Indonesia Merdeka Tahun 1959-1965 (Demokrasi Terpimpin)
Tujuan dan Dasar Pendidikan
Secara formal, tujuan pendidikan sudah tersurat di dalam UU No. 12 Tahun 1954, dan dasar pendidikan ialah Pancasila.
Jenis-Jenis Persekolahan
1. Sekolah Taman Kanak-Kanak
2. Sekolah Dasar
3. Sekolah Menengah Pertama
4. Sekolah Menegah Atas
5. Universita
s

 9. Zaman ‘Orde Baru’
Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S pada tahun 1965 dan ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Haluan penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.
Menurut Orde Baru, pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam sekolah dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumahtangga, sekolah dan masyarakat(Ibid.: 422, 433). Pendidikan pada masa memungkinkan adanya penghayatan dan pengamalam Pancasila secara meluas di masyarakat, tidak hanya di dalam sekolah sebagai mata pelajaran di setiap jenjang pendidikan (ibid.: 434).
Di samping itu, dikembangkan kebijakan link and match di bidang pendidikan. Konsep keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi operasional dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar (Pidarta, 2008: 137-38). Inovasi-inovasi pendidikan juga dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan. Sistem pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat.
Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki beberapa kesenjangan. Buchori dalam Pidarta (2008: 138-39) mengemukakan beberapa kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan okupasional (antara pendidikan dan dunia kerja), (2) kesenjangan akademik (pengetahuan yang diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari), (3) kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak menekankan pada pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan ilmu dan teknologi), dan (4) kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan yang dimiliki dengan wawasan dunia terkini).
Namun demikian keberhasilan pembangunan yang menonjol pada zaman ini adalah (1) kesadaran beragama dan kenagsaan meningkat dengan pesat, (2) persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat (Pidarta, 2008: 141).

Perkembangan Pendidikan Nasional Indonesia Tahun 1966-1969 ( Zaman Awal Orde Baru atau Transisi)
Tujuan dan Dasar Pendidikan
Haluan penyelenggaraan pendidikan dikoreksi melalui Tap MPRS No. XXII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan, yang memuat:
Dasar pendidikan adalah falsafah negara Pancasila (Pasal 2)
Tujuan pendidikan adalah membentuk manusia Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti dikehedaki oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan isi Undang-Undang Dasar 1945. (Pasal 3)
Sistem Persekolahan dan Jenis Persekolahan
Jenis dan struktur persekolahan masih mengikuti struktur lama berdasar UU No. 12 Tahun 1954 dan UU No. 22 Tahun 1961. di Masa ini hanya penyempurnaan kurikulum pendidikan sekolah :
1. Kurikulum SD
2. Kurikulum SMP
3. Kurikulum SMA
4. Kurikulum SMK

Perkembangan Pendidikan Nasional Indonesia Pada Masa Pembangunan Jangka Panjang
Tujuan dan Dasar Pendidikan
1. Tap MPR-RI No IV/MPR/1973
Pendidikan hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan keprbadian dan kemampuan di dalam sekolah dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
2. Tap MPR-RI No II/MPR/1978
Pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila
3. Tap MPR-RI No IV/MPR/1983
Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memeprkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air.
4. Tap MPR-RI No II/MPR/1998
Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkeprinadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggungjawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.
5. Undang-Undang No 2 Tahun 1989
- Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. (Pasal 2)
- Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.
Sistem persekolahan
1. Pendidikan Dasar mencakup SD dan SLTP
2. Pendidikan Menengah mencakup SMU dan SMK
3. Pendidikan Tinggi mencakup Program Pendidikan Akademik dan Program Pendidikan
 Profesional
10. Zaman ‘Reformasi’
Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyaampaikan pendapatnya (ibid.: 143).
Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas bagaikan burung yang baru lepas dari sangkarnya yang telah membelenggunya selama bertahun-tahun. Masa Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah system pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality Management).
IMPLIKASI SEJARAH TERHADAP KONSEP PENDIDIKAN NASIONAL INDONESIA.
Masa lampau memperjelas pemahaman kita tentang masa kini. Sistem pendidikan yang kita miliki sekarang adalah hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa kita pada masa yang telah lalu (Nasution, 2008: v).
Pembahasan tentang landasan sejarah di atas memberi implikasi konsep-konsep pendidikan sebagai berikut:
A. Tujuan Pendidikan
Pendidikan diharapkan bertujuan dan mampu mengembangkan berbagai macam potensi peserta didik serta mengembangkan kepribadian mereka secara lebih harmonis. Tujuan pendidikan juga diarahkan untuk mengembangkan aspek keagamaan, kemanusiaan, kemanusiaan, serta kemandirian peserta didik. Di samping itu, tujuan pendidikan harus diarahkan kepada hal-hal yang praktis dan memiliki nilai guna yang tinggi yang dapat diaplikasikan dalam dunia kerja nyata.
B. Proses Pendidikan
Proses pendidikan terutama proses belajar-mengajar dan materi pelajaran harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik, melaksanakan metode global untuk pelajaran bahasa, mengembangkan kemandirian dan kerjasama siswa dalam pembelajaran, mengembangkan pembelajaran lintas disiplin ilmu, demokratisasi dalam pendidikan, serta mengembangkan ilmu dan teknologi.
C. Kebudayaan Nasional
Pendidikan harus juga memajukan kebudayaan nasional. Emil Salim dalam Pidarta (2008: 149) mengatakan bahwa kebudayaan nasional merupakan puncak-puncak budaya daerah dan menjadi identitas bangsa Indonesia agar tidak ditelan oleh budaya global.
D. Inovasi-inovasi Pendidikan
Inovasi-inovasi harus bersumber dari hasil-hasil penelitian pendidikan di Indonesia, bukan sekedar konsep-konsep dari dunia Barat sehingga diharapkan pada akhirnya membentuk konsep-konsep pendidikan yang bercirikan Indonesia


DAFTAR PUSTAKA
Anzizhan, Syafaruddin. 2004. Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Buchori, Mochtar. 1995. Transformasi Pendidikan. Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta Press.
Dardjowidjojo, Soenjono. 1991. Pedoman Pendidikan Tinggi. Jakarta: PT. Gramedia Widisarana Indonesia.
Dardjowidjojo, Soenjono. 1992. PTS dan Potensinya di Hari Depan: Memoir Seorang Purek I. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Mudyahardjo, Redja. 2008. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Nasution, S. 2008. Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Pidarta, Made. 2007. Landasan Pendidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sigit, Sardjono. 1992. Peranan dan Partisipasi Perguruan Swasta di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia
Wiiliams, Gareth. 1977. Towards Lifelong Education: A New Role for Higher Education Institutions. Paris: UNESCO.