Filsafat


TEORI  KEBENARAN

A. Pendahuluan
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi seseorang belum tentu benar bagi orang lain. Karena itu, kegiatan berpikir adalah usaha untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu atau kriteria kebenaran.
Telaah epistemologi terhadap kebenaran membawa kepada kesimpulan bahwa perlu dibedakan adanya tiga jenis kebenaran, yaitu:
1.      Kebenaran epistemologis
2.      Kebenaran ontologis
3.      Kebenaran semantis
Kebenaran epistemologis adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. Kebenaran dalam arti ontologis adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan. Kebenaran ontologis dapat dibagi: 1) kebenaran ontologis esensialis, yang menyangkut sifat dasar atau kodrat sesuatu 2) kebenaran  ontologis naturalis, yang menyangkut kodrat seperti yang diciptakan Tuhan 3) kebenaran ontologis artifisial, yang menyangkut kodrat yang diciptakan oleh manusia. Kebenaran dalam arti semantis adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan bahasa. Dalam pembahasan ini yang akan dibahas adalah kebenaran epistemologis karena kebenaran lainnya secara inheren akan masuk dalam kategori kebenaran epistemologis.

B. Teori Korespondensi
Teori pertama adalah teori korespondensi, the correspondence theory of truth yang kadang disebut the accordance theory of truth. Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada kesesuaian (correspondence) antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh pernyataan atau pendapat tersebut. Dengan demikian, kebenaran epistemologis adalah kemanunggalan antara subjek dan objek. Pengetahuan itu dikatakan benar apabila di dalam kemanunggalan yang sifatnya intrinsik, intensioanal, dan pasif-aktif terdapat kesesuaian  antara apa yang ada di dalam pengetahuan subjek dengan apa yang ada di dalam objek. Hal itu karena puncak dari proses kognitif manusia terdapat di dalam budi atau pikiran manusia (intelectus), maka pengetahuan adalah benar bila apa yang terdapat di dalam budi pikiran subjek itu benar sesuai dengan apa yang ada di dalam objek.
Kebenaran adalah yang bersesuaian dengan fakta, yang berselaras dengan realitas, yang serasi (correspondence) dengan situasi aktual.  
A proposition (or meaning) is true if there is a fact to which it corresponds, if it expresses what is the case (Suatu proposisi atau pengertian adalah benar jika terdapat suatu fakta yang selaras dengan kenyataannya, atau jika ia menyatakan apa adanya).
"Truth is that which conforms to fact; which agrees with reality; which corresponds to the actual situation."
(Kebenaran   adalah   yang   bersesuaian   dengan fakta,  yang beralasan dengan realitas, yang serasi (corresponds) dengan situasi actual).
Kebenaran dapat didefinisikan sebagai kesetiaan pada realitas objektif, yaitu suatu pernyataan yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang selaras dengan situasi.  Kebenaran ialah persesuaian (agreement) antara pernyataan (statement) mengenai fakta dengan fakta aktual; atau antara putusan (judgement) dengan situasi seputar (environmental situation) yang diberi interpretasi.
Truth is that which to fact or agrees with actual situation. Truth is the agreement between the statement of fact and actual fact, or between the judgment and the environmental situation of which the judgment claims to be an interpretation."
(Kebenaran ialah suatu yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang selaras dengan situasi aktual. Kebenaran ialah persesuaian (agreement) antara pernyataan (statement) mengenai fakta dengan fakta aktual; atau antara putusan (Judgment) dengan situasi seputar (Enviromental situation) yang diberinya intepretasi)
If a judgment corresponds with the facts, it is the true; if not, it is false."
(Jika suatu putusan sesuai dengan fakta, maka dapat dikatakan benar ; Jika tidak maka dapat dikatakan salah).
Teori korespondensi ini pada umumnya dianut oleh para pengikut realisme. Pelopor teori korespondensi ini adalah Plato, Aristoteles, Moore, Russell, Ramsey, dan Tarski. Teori ini dikembangkan oleh Bertrand Russell (1872-1970).
Seorang penganut realisme kritis Amerika bernama K. Roders, berpendapat, bahwa: keadaan benar ini terletak dalam kesesuaian antara “esensi atau arti yang kita berikan” dengan “esensi yang terdapat di dalam objeknya”.
Yang menjadi permasalahan adalah apakah realitas itu objektif atau subjektif?. Ada dua pandangan realisme epistemologis dan idealisme epistemologis. Realisme epistemologis berpandangan bahwa terdapat realitas yang independent (tidak tergantung), yang terlepas dari pemikiran; dan kita tidak dapat mengubahnya bila kita mengalaminya. Itulah sebabnya realism epistemologis kadangkala disebut objektivisme.
"Epistemological realism.The view that there is an independent reality apart from minds, and we do not change it when we come to experience or to know it; sometimes called objectivism". (Realisme epistemologis berpandangan, bahwa terdapat realitas yang independence (tidak tergantung), yang terlepas dari pemikiran; dan kita tidak dapat mengubahnya bila kita mengalaminya atau memahami. Itulah sebabnya realisme epitemologis kadangkala disebut objektivisme).
Realisme epistemologis atau objektivisme berpegang kepada kemandirian kenyataan, tidak tergantung pada yang di luarnya. Sedangkan idealisme epistemologis berpandangan bahwa setiap tindakan mengetahui berakhir di dalam suatu ide, yang merupakan suatu peristiwa subjektif. Idealisme epistemologis lebih menekankan bahwa kebenaran itu adalah apa yang ada di dunia ide. Karenanya, melihat merah, rasa manis, rasa sakit, gembira, berharap, memilih, dan lain sebagainya, semuanya adalah ide. Oleh sebab itu, idealisme epistemologis sama dengan subjektivitas.
Dari teori korespondensi tentang kebenaran, dapat disimpulkan sebagai berikut: pertama, pernyataan dan kedua, kenyataan. Menurut teori ini kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri. Sebagai contoh dapat dikemukakan: “Jakarta adalah ibu kota Republik Indonesia”. Pernyataan ini disebut benar karena kenyataannya Jakarta memang ibukota Republik Indonesia. Kebenarannya terletak pada hubungan antara pernyataan dengan kenyataan.
Dalam dunia sains, teori ini sangat penting sekali digunakan guna mencapai suatu kebenaran yang dapat diterima oleh semua orang. Seorang ilmuwan akan selalu berusaha meneliti kebenaran yang melekat pada sesuatu secara sungguh-sungguh, sehingga apa yang dilihat itu benar-benar nyata terjadi, bukan hanya pandangan semu belaka. Penelitian sangat penting dalam teori korespondensi karena untuk mengecek kebenaran suatu teori perlu penelitian ulang.

C. Teori Koherensi Tentang Kebenaran
Teori yang kedua adalah teori koherensi atau konsistensi, the consistence theory of truth, yang sering pula dinamakan the coherence theory of truth. Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan (judgement) dengan sesuatu yang lain, yakni fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri.
" According to this theory truth is not constituted by the relation between a judgment and something else, a fact or really, but by relations between judgment themselves "

(Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan (judgment) dengan sesuatu yang lalu, yakni fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri). Dengan perkataan lain, kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru itu dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan akui kebenarannya terlebih dahulu. Jadi suatu proposisi itu cenderung untuk benar jika proposisi itu coherent (saling berhubungan) dengan proposisi-proposisi lain yang benar, atau jika arti yang dikandung oleh proposisi coherent dengan pengalaman kita.
" A belief is true not because it agrees with fact but because it agrees, that is to say, harmonizes, with the body knowledge that we presses” (Suatu kepercayaan adalah benar, bukan karena bersesuaian dengan fakta, melainkan bersesuaian/selaras dengan pengetahuanyangkitamiliki).
"It the maintained that when we accept new belief as truths it is on the basis of the manner in witch they cohere with knowledge we already posses”
(Jika kita menerima kepercayan-kepercayaan baru sebagai kebenaran-kebenaran, maka hal itu semata-mata atas dasar kepercayaan itu saling berhubungan (cohere) dengan pengetahuan yang kita miliki).
Kepastian mengenai  kebenaran sekurang-kurangnya memiliki empat pengertian, dimana satu keyakinan tidak dapat diragukan kebenaranya sehingga disebut pengetahuan. Pertama pengertian yang bersifat psikologis. Kedua, pengertian yang bersifat logis. Ketiga, menyamakan kepastian dengan keyakinan yang tidak dapat dikoreksi. Keempat, pengertian akan kepastian yang digunakan dalam pembicaraan umum.
Jadi menurut teori ini, putusan yang satu  dengan yang lainnya saling berhubungan  dan saling menerangkan satu sama lain. Karenanya lahirlah rumusan: Truth is a systematic coherence kebenaran adalah saling hubungan yang sistematis; Truth is consistency kebenaran adalah konsistensi dan kecocokan.
A judgment is true it if consistent with other judgment that are accepted or know to be true. True judgment is logically coherent with other relevance judgment (suatu putusan adalah benar apabila putusan itu konsisten dengan putusan-putusan yang terlebih dahulu kita terima, dan kita ketahui kebenarannya. Putusan yang benar adalah suatu putusan yang saling berhubungan secara logis dengan putusan-putusan lainnya yang relefan).
Teori konsistensi atau koherensi ini berkembang pada abad ke-19 dibawah pengaruh Hegel dan diikuti oleh pengikut idealisme, seperti filsuf Britania F. M Bradley (1864-1924). Idealisme epistemologi berpandangan bahwa objek pengetahuan, atau kualitas yang kita serap dengan indera kita itu tidaklah berwujud terlepas dari kesadaran tentang objek tersebut, teori ini sering disebut subjektivisme. Kaum idealis berpegang, kebenaran itu tergantung pada orang yang menentukan sendiri kebenaran pengetahuannya tanpa memandang keadaan real peristiwa-peristiwa.
Dari  teori konsistensi ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
·         Pertama, kebenaran menurut teori ini ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu kita ketahui, terima dan akui sebagai benar.
·         Kedua, teori ini dapat dinamakan teori penyaksian (justifikasi) tentang kebenaran, karena menurut teori ini satu putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian-penyaksian (justifikasi, pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui, diterima, dan diakui benarnya.
Dengan demikian, suatu teori itu dianggap benar apabila tahan uji (testable). Artinya suatu teori yang sudah dicetuskan oleh seseorang kemudian teori tersebut diuji oleh orang lain, tentunya dengan mengkomparasikan dengan data-data baru. Apabila teori itu bertentangan dengan data yang baru, secara otomatis teori pertama gugur atau batal (refutability). Sebaliknya, kalau data itu cocok dengan teori lama, teori itu semakin kuat (corroboration). Pendapat ini ditegaskan oleh Karl Popper.
Di antara bentuk pengetahuan yang penyusunannya dan pembuktiannya didasarkan pada teori koherensi adalah ilmu Matematika dan turunannya. Matematika disusun pada beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar, yaitu aksioma. Dengan mempergunakan beberapa aksioma maka disusun suatu teorema. Di atas teorema dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara keseluruhan merupakan suatu sistem yang konsisten. Contoh, 3 + 3 = 6 adalah benar karena sesuai dengan kebenaran yang sudah disepakati bersama, terutama oleh komunitas matematika. Jadi ukuran kebenarannya pada teori koherensi ini adalah konsistensi dan presisi.

D.  Teori Pragmatisme Tentang Kebenaran
Teori ketiga adalah teori pragmatisme tentang kebenaran, the pramagtic (pramagtist) theory of truth. Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani pragma, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan. Menurut filsafat ini benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan manfaat dan akan dikatakan salah jika tidak mendatangkan manfaat. Istilah pragmatisme ini sendiri diangkat pada tahun 1865 oleh Charles S. Pierce (1839-1914).
Doktrin pragmatisme ini diangkat dalam sebuah makalah yang dimunculkan pada tahun 1878 dengan tema how to make our ideas clear yang kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat Amerika. Di antaranya adalah John Dewey (1859-1952).
Menurut teori pragmatisme, suatu kebenaran dan suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan manusia. Teori, hipotesa atau ide adalah benar apabila ia membawa kepada akibat yang memuaskan, apabila ia berlaku dalam praktik, apabila ia mempunyai nilai praktis. Kebenaran terbukti oleh kegunaannya, oleh hasilnya, dan oleh akibat-akibat praktisnya. Jadi kebenaran ialah apa saja yang berlaku (works).
Menurut William James “ide-ide yang benar ialah ide-ide yang dapat kita serasikan, kita umumkan berlakunya, kita kuatkan dan kita periksa. Sebaliknya ide yang salah ialah ide yang tidak demikian”. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran, yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus.
Yang dimaksud dengan “hasil yang memuaskan” (satisfactory result) itu, antara lain dikemukakan oleh penganutnya:
1.      Sesuatu itu benar apabila memuaskan keinginan dan tujuan manusia.
2.      Sesuatu itu benar apabila dapat diuji benar dengan eksperimen.
3.      Sesuatu itu benar apabila ia mendorong atau membantu perjuangan biologis untuk tetap ada.
Jadi, bagi para penganut pragmatis, batu ujian kebenaran ialah kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workability), akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequence). Menurut pendekatan ini, tidak ada yang disebut kebenaran yang tetap atau kebenaran yang mutlak.
Dari teori ini dapat diberikan sebuah contoh pandangan para penganut teori pragmatis tentang Tuhan. Bagi pragmatisme, suatu agama itu bukan benar karena Tuhan yang disembah oleh penganut agama itu sungguh-sungguh ada, tetapi agama itu dianggap benar karena pengaruhnya yang positif atas kehidupan manusia; berkat kepercayaan orang akan Tuhan maka kehidupan masyarakat berlaku secara tertib dan jiwanya semakin tenang.
Dalam dunia sains, suatu ilmu itu bermanfaat apa tidak bagi kehidupan sehari-hari manusia. Ilmu botani benar bagi para petani karena mendatangkan manfaat, tetapi belum tentu benar bagi pedagang karena dia tidak perlu ilmu botani. Ilmu perbintangan itu bermanfaat bagi para nelayan karena dapat memberi petunjuk arah dan keadaan cuaca pada  saat dia sedang mengarungi lautan luas.

E. Teori Religius (Religious)/ Agama sebagai Teori Kebenaran
Manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Salah satu cara untuk menemukan suatu kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia; baik tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan. Kalau ketiga teori kebenaran sebelumnya lebih mengedepankan akal, budi, rasio, dan reason manusia, dalam agama yang dikedepankan adalah wahyu yang bersumber dari Tuhan.
Penalaran dalam mencapai ilmu pengetahuan yang benar dengan berpikir setelah melakukan penyelidikan, pengalaman, dan percobaan sebagai trial and error. Sedangkan manusia mencari dan menentukan kebenaran sesuatu dalam agama dengan jalan mempertanyakan atau mencari jawaban tentang berbagai masalah asasi dari atau kepada Kitab Suci. Dengan demikian, sesuatu hal itu dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.

F. Penutup
Sampai  sebegitu jauh, orang belum menemukan kesepakatan pandangan mengenai pengertian definitif dari kebenaran. Kenyataan itu membuat orang justru membahas ragam kebenaran. Kebenaran bermacam-macam, tergantung dari sudut mana orang berpijak untuk membaginya.
Dipandang dari segi “perantara” untuk mendapatkannya, kebenaran dibagi dalam:
1.      Kebenaran indriawi (empiris), yang ditemui dalam pengamatan pengalaman.
2.      Kebenaran ilmiah (rational), yang diperoleh lewat konsepsi akal.
3.      Kebenaran filosofis (reflective thingking), yang dicapai dengan perenungan (murni).
4.      Kebenaran religius (supernatural), yang diterima melalui wahyu Ilahi.
Dilihat dari segi “kekuasaan” untuk menekan orang menerimanya, kebenaran dibagi:
1.      Kebenaran Subjektif, yang hanya diterima oleh subjek pengamat sendiri.
2.      Kebenaran objektif, yang diakui tidak hanya oleh subjek pengamat, tetapi juga oleh subjek-subjek yang lain.
Dari segi “luas berlakunya”, kebenaran dibagi menjadi:
1.      Kebenaran individual, yang berlaku bagi perseorangan.
2.      Kebenaran universal, yang berlaku bagi semua orang.
Dari segi “kualitas”-nya, kebenaran dibagi dalam:
1.      Kebenaran dasar, yaitu kebenaran yang paling rendah (minim).
2.      Kebenaran nisbi, yaitu kebenaran yang satu atau beberapa tingkat di atas kebenaran dasar, namun belum sempurna (relatif).
3.      Kebenaran mutlak, yaitu kebenaran yang sempurna, yang sejati, yang hakiki (absolut).

Sumber:
Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: P.T RajaGrafindo Persada
Salam, Burhanuddin. 1996. Logika Materiil (Filsafat Ilmu Pengetahuan). Rineka Cipta
       Oktober 2010 pukul 13:39






Bahasa
Bahasa merupakan salah satu ciri yang khas yang membuat manusia berbeda dengan makhluk lain, khususnya binatang. Seperti yang diungkapkan Suriasumantri (1996), perbedaan utama antara manusia dan binatang terletak pada kemampuan manusia yang mampu menggunakan bahasa verbal.
Chaer (1995) menyatakan bahwa bahasa itu bersifat manusiawi, artinya bahasa itu hanya dimiliki manusia, sedangkan binatang tidak memiliki bahasa seperti bahasa manusia yaitu bahasa verbal.
Oleh karena itu, dengan bahasa manusia dapat berinteraksi antar anggota masyarakat, baik formal maupun non formal, baik secara ilmiah maupun secara non ilmiah.
Bahasa juga berperan dalam proses berfikir, karena bahasa merupakan alat berpikir yang utama. Tanpa bahasa pada hakikatnya manusia tidak dapat berpikir. Bahkan untuk membentuk segala macam pengertian, ide, konsep, dan pikiran hanya dapat diwujudkan melalui bahasa.
Menurut Salam (1997) pada hakikatnya manusia makhluk yang berpikir. Pascal dalam Salam menyebutkan bahwa hati manusia mempunyai aktivitas berpikir yang berlandaskan penalaran yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
Corak berpikir dan keluasan pikiran seseorang dapat diketahui dari bahasa yang digunakan dan tingkat perkembangan kebudayaan suatu bangsa, sebagaian besar tercermin dalam kehidupan dan perkembangan bahasa bangsa itu sendiri.
Oleh karena itu bahasa sangat penting sebagai alat komunikasi sehingga dapat menembus berbagai bidang ilmu pengetahuan termasuk kegiatan ilmiah.

Definisi Bahasa
Bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat, yang berupa lambang bunyi ujaran, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:77) dikemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter yang dipakai untuk melahirkan pikiran dan perasaan.
Humbold (dalam Haryadi, 1999:14) menyebutkan bahwa bahasa dapat mencetak pikiran-pikiran orang yang memakainya. Bahasa dapat mempengaruhi pikiran dan pengalaman dengan cara yang bermacam-macam, sehingga ada keterlibatan yang mendalam dan benar-benar mendasar dari bahasa terhadap peradaban manusia.

Fungsi Bahasa 
Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi antar manusia. Sedangkan fungsi lainnya adalah fungsi kohesif, artinya bahasa sebagai sarana budaya untuk mempersatukan kelompok manusia yang menggunakan bahasa yang sama. Bahasa  sebagai pemersatu jika bisa dimengerti oleh semua orang. Sebaliknya akan menjadi pemecah jika tidak dimengerti, kecuali oleh sebagian orang saja.
Bahasa Indonesia dipilih sebagai bahasa nasional karena fungsi kohesifnya, yaitu untuk mempersatukan bangsa Indonesia. Selanjutnya Kneller (dalam Haryadi, 1999:15) menyebutkan bahwa bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai fungsi :
  1. Fungsi simbolik. Fungsi simbolik dari bahasa yang menonjol adalah dalam komunikasi ilmiah.
  2. Fungsi emotif. Fungsi emotif menonjol dalam komunikasi estetik. 
  3. Fungsi afektif.  Fungsi afektif mengacu pada sifat mempengaruhi. Fungsi afektif juga bisa merubah sikap seseorang.
Popper (dalam Haryadi, 1999:15) menunjukkan empat fungsi bahasa yaitu :
  1. Fungsi ekspresif. Fungsi ekspresif merupakan proses pengungkapan pribadi
  2. Fungsi signal. Fungsi signal pada manusia merupakan tanda yang menyebabkan reaksi sebagai jawaban suatu tanda
  3. Fungsi deskriptif. Fungsi deskriptif bahwa bahasa itu menjadi suatu pernyataan yang bisa benar, bisa juga salah
  4. Fungsi argumentatif. Fungsi  argumentatif merupakan ungkapan yang dinyatakan melalui pembuktian suatu tanda yang benar atau salah karena alasan-alasanya memang sah dan tidak sah.
Dari uraian fungsi-fungsi di atas, menunjukkan bahwa bahasa yang berhubungan dengan sarana berpikir ilmiah adalah alat komunikasi yang berupa simbolik dan argumentatif. Kedua fungsi tersebut saling berkaitan. Fungsi simbolik menjelaskan secara ilmiah, sedangkan fungsi argumentatif  merupakan cara berpikir secara teratur yang didasarkan oleh aturan-aturan tertentu berdasarkan data dan fakta. Selain itu, fungsi argumentatif memegang peranan utama dalam bidang ilmu pengetahuan. Suatu teori atau hipotesis dapat diterima atau diakui kebenarannya sejauh didukung oleh alasan-alasan yang masuk akal dan logis.

Ilmu Bahasa atau Liguistik
Ilmu yang mempelajari bahasa disebut dengan linguistik. Ilmu bahasa yang dipelajari saat ini bermula dari zaman Yunani pada 6 SM. Menurut Kwary, studi tentang bahasa dapat dibedakan menjadi dua yaitu: tata bahasa tradisional dan linguistic modern.
Tata bahasa tradisional membahas tentang tata bahasa Yunani dan Latin. Tata bahasa Yunani-Latin terkenal dengan tata bahasa Dionysius Thrax. Tata bahasa ini mempengaruhi bahasa-bahasa yang ada di Eropa. Tata bahasa ini pada abad ke 5 diterjemahkan ke dalam bahasa Armenia, kemudian ke dalam bahasa Siria. 
Di Asia Selatan, perkembangan bahasa pesat terjadi di India. Tata bahasanya dikenal dengan bahasa sanskrit.
Dalam penelitian terhadap bahasa, yang menjadi objek penelitian  adalah bahasa-bahasa yang dianggap mempunyai hubungan kekerabatan atau berasal dari satu induk bahasa. Bahasa-bahasa dikelompokkan ke dalam keluarga bahasa atas dasar kemiripan fanologis (kemiripan dalam bunyi) dan morfologis (kemiripan dalam pembentukan unsur-unsur kata). Dengan demikian dapat diperkirakan  apakah bahasa-bahasa tertentu berasal dari bahasa nenek moyang yang sama atau berasal dari bahasa proto yang sama sehingga secara genetis terdapat hubungan kekerabatan diantaranya. Bahasa-bahasa Roman, misalnya secara genetis dapat ditelusuri berasal dari bahasa Latin yang menurunkan bahasa Perancis, Spanyol dan Italia. Bahasa non Roman yang juga berinduk pada bahasa Latin adalah Inggris, Jerman, Belanda, Swedia dan Denmark. 
Linguistic modern, dimulai abad ke 19, dengan objek penelitian tertuju pada bahasa-bahasa yang dianggap berasal dari satu induk bahasa. Contohnya bahasa Roman, Prancis, Spanyol, dan Italia berasal dari bahasa latin. Pengelompokkan ini berdasarkan kemiripan fonologis dan morfologis. Bahasa Indonesia berada dalam kelompok bahasa Melayu yang serumpun dengan bahasa Melanesia dan Polinesia. Kelompok bahasa ini disebut dalam rumpun Austronesia atau Melayu-Polinesia. Ciri lingistic pada abad ke 19 adalah  :
  1. Penelitian bahasa dilakukan terhadap bahasa di Eropa.
  2. Bidang utama yang diteliti adalah linguistic historis komparatif, yaitu hubungan kekerabatan dalam bahasa di Eropa.
  3. Pendekatan bersifat atomistis, artinya unsur bahasa yang diteliti tidak dihubungkan dengan unsur bahasa yang lain.
Pada abad ke-20, penelitian bahasa berkembang terhadap bahasa lain di Amerika (bahasa-bahasa Indian), Afrika, dan Asia (bahasa Papua dan bahasa negara di Asia). Ciri-cirinya :
  1. Penelitian meluas ke bahasa di Amerika, Afrika dan Asia
  2. Pendekatan bersifat struktualis fungsionalis
  3. Linguistik lebih mengkhususkan lagi dalam bidang mikrolinguistic, makrolinguistic, dan sejarah linguistic.
  4. Berkembangnya penelitian teoritis.
  5. Otonomi ilmiah makin menonjol dan penelitian antar disiplin ilmu juga berkembang.
Tokoh linguistik yang muncul pada abad ini adalah Ferdinand de Saussure yang terkenal sebagai Bapak Linguistik modern. Salah satu gagasan de Saussure adalah distingsi langue (bahasa sebagai sistem tanda atau kode) dan parole (bahasa sebagai wacana). Parole adalah sistem penyampaian sesuatu melalui ucapan dan terjadinya secara kebetulan (arbitery), langue sistem penyampaian relatif stabil dan merupakan aturan yang mengikat masyarakat bahasa. Secara epistemologi pembentukan bahasa menurut de Saussure berdasarkan langue.

Perkembangan Bahasa
Bahasa di dunia ini selalu berkembang dari masa ke masa. Secara linguistik telah diamati manusia memiliki beragam bahasa. Dari keberagaman bahasa ini ternyata bahasa berasal dari kelompok bahasa yang serumpun. Keserumpunan ini terjadi karena wilayah geografisnya yang berdekatan, seperti bahasa Indonesia, Melayu di Malaysia, Tagalog di Filipina termasuk dalam rumpun Austronesia. Secara geografis, rumpun Austronesia ini berada di kawasan Asia Tenggara.
Faktor-faktor yang mengakibatkan manusia memiliki keberagaman bahasa adalah :
  1. Geografis
  2. Manusia itu sendiri sebagai pengguna bahasa
  3. Kebutuhan manusia akan alat komunikasi.
Perkembangan bahasa mengantarkan bahasa tertentu sebagai bahasa mayoritas yang digunakan di dunia ini. Seperti bahasa Arab, Inggris, Jerman, Prancis, Spanyol, dan bahasa lain. Yang paling banyak digunakan di dunia adalah bahasa Inggris. Bahasa Inggris dapat menjadi bahasa yang mendunia karena pengaruh penguasa di beberapa daerah kekuasaannya. Sebagai contoh, negara Inggris pernah menguasai atau menjajah beberapa negara di dunia, seperti Malaysia dan Singapura. Akibatnya rakyat Malaysia dan Singapura fasih berbahasa Inggris. Karena banyaknya daerah jajahan Ingris ini mengakibatkan banyak orang dapat menggunakan bahasa Inggris. Sehingga bahasa Inggris menjadi bahasa yang mendunia.
Selain penjajahan, suatu bahasa bisa menjadi bahasa mayoritas melalui perdagangan, penyebaran agama, dan kebutuhan manusia terhadap bahasa tertentu, yang dapat memajukan kebudayaan dan peradaban suatu bangsa.
Di dalam berbahasa, irama bahasa yang digunakan manusia dipengaruhi juga oleh letak geografis manusia itu berada. Orang yang berada di daerah pantai akan memiliki intonasi suara yang keras. Ini terjadi karena manusia menyeimbangkan suaranya dengan suara ombak yang berdebur keras. Lain halnya dengan orang yang berada di pegunungan, mereka memiliki suara intonasi yang lemah.

Kelemahan Bahasa
. Muntansyir (1988) dan Suriasumantri (1996) mengemukakan kelemahan bahasa itu mempunyai kecendrungan emosional, tidak peduli dalam komunikasi ilmiah sekalipun. Padahal dalam komunikasi ilmiah seharusnya peran komunikasi itu terbebas dari unsur emotif. Dalam komuniksi ilmiah kita ingin bersifat objektif, tetapi pada kenyataannya hal ini sulit diwujudkan, karena bahasa verbal mau tidak mau tetap mengandung ketiga unsur yang bersifat emotif, afektif, dan simbolik (Suriasumantri, 1996:184).
Syarat komunikasi ilmiah adalah :
  1. Bahasa harus bebas emotif
  2. Reproduktif, artinya komunikasinya dapat dimengerti oleh yang menerima.
Kelemahan bahasa pada umumnya terletak pada:
  1. Peranan bahasa yang multifungsi, artinya komunikasi ilmiah hanya menginginkan penyampaian buah pikiran/penalaran saja, sedangkan bahasa verbal harus mengandung unsur emotif, efektif, dan simbolik.
  2. Arti yang tidak jelas dan eksak yang dikandung oleh kata-kata yang membangun bahasa.
  3. konotasi yang bersifat emosional

Keterkaitan Filsafat dan Bahasa
Filsafat sebagai induk dari segala ilmu, tidak bisa dipisahkan dari bahasa.Tanpa bahasa filsafat tidak akan jalan. Bahasa sebagai salah satu produk manusia, berfungsi untuk menjelaskan ilmu yang merupakan bagian dari filsafat. Ilmu berkembang dengan adanya penelitian. Selanjutnya penelitian berkembang dengan adanya informasi. Semakin banyak informasi, maka bahasa akan semakin berkembang.

Bahasa sebagai Sarana Berpikir Ilmiah
Dalam epistemologi atau perkembangan untuk mendapatkan ilmu, diperlukan adanya sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah ini adalah alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik. Fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah untuk mendapatkan ilmu atau teori baru.
Salah satu sarana berpikir ilmiah adalah Bahasa. Bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah dapat diartikan sebagai alat berpikir secara menyeluruh. Maksudnya berpikir secara tepat dan benar serta dapat dipertanggung jawabkan.
Untuk dapat berpikir secara ilmiah, Achmadi (dalam Haryadi, 1999:16) mengemukakan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar dapat berpikir ilmiah adalah:
  1. Sistematis, artinya pemikiran untuk menyusun suatu pola pengetahuan yang rasional, masing-masing unsur saling berkaitan satu dengan yang lain secara teratur dalam suatu keseluruhan.
  2. Konseptual, artinya kaitan antara ide atau gambaran yang melekat pada akal pikiran berada dalam intelektual.
  3. Koheren, artinya unsur-unsurnya tidak boleh mengandung uraian-uraian yang bertentangan satu sama lain. Koheren di dalamnya memuat suatu kebenaran logis. Sebaliknya apabila suatu uraian yang di dalamnya tidak memuat kebenaran logis, uraian tersebut dikatakan tidak koheren (runut).
  4. Rasional, artinya unsur-unsurnya berhubungan secara logis, suatu bentuk kebenaran yang mempunyai kaidah-kaidah berpikir..
  5. Sinoptik, artinya pemikiran harus melihat hal-hal secara menyeluruh atau dalam kebersamaan secara integral.
  6. Berpandangan dunia, artinya pemikiran sebagai upaya untuk memahami secara realitas kehidupan dengan jalan menyusun suatu pandangan dunia.

Bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah merupakan alat komunikasi bagi manusia. Dengan bahasa manusia dapat mengkomunikasikan segenap pengalaman dan  pemikiran mereka. Ketika pengalaman dan pemikiran berkembang, bahasa juga ikut berkembang.
 Terbukanya dunia manusia itu sesungguhnya disebabkan adanya bahasa, atau dengan kata lain bahasa adalah kunci pembuka dunia manusia.


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro. 1997. Filsafat Umum. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Beerling, dkk. 1990. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta. Tiara Wacana
Chaer, dkk. 1995. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta. PT Rieneka Cipta
Departmen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. PT Balai Pustaka.
Gazalba, Sidi. 1973. Sistematika Filsafat. Jakarta. Bulan Bintang
Haryadi. 1999. Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah. Jurnal MASA. Vol 02 tahun ke 7(hal 14-18). Palembang. Universitas Muhammadiyah Palembang
Mustansyir, Rizal. 1988. Filsafat Bahasa: Aneka masalah Arti dan Upaya Pemecahannya. Jakarta. PT Prima Karya.
Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Material: Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta. PT Rieneka Cipta.
Suriasumantri, Jujun. S. 1987. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Suriasumantri, Jujun. S. 1996. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan




A.    Pengertian Matematika
Matematika dibandingkan dengan disiplin-disiplin ilmu yang lain mempunyai karakteristik tersendiri. Banyak para ahli menyebutkan bahwa matematika itu berhubungan dengan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak yang penalarannya bersifat deduktif, namun orang-orang sering menyebut matematika itu ilmu hitung.
Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti ‘belajar atau hal yang dipelajari’, sedang dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Matematika memiliki bahasa dan aturan yang terdefinisi dengan baik, penalaran yang jelas dan sistematis, dan struktur atau keterkaitan antar konsep yang kuat. Unsur utama pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif yang bekerja atas dasar asumsi (kebenaran konsistensi). Selain itu, matematika juga bekerja melalui penalaran induktif yang didasarkan fakta dan gejala yang muncul untuk sampai pada perkiraan tertentu. Tetapi perkiraan ini, tetap harus dibuktikan secara deduktif, dengan argumen yang konsisten.
Dari segi pengetahuan, arti matematika sangat luas dan dapat dikelompokkan dalam subsistem sesuai dengan semesta pembicaraannya. Dalam setiap subsistem itu ada objek pembicaraan, ada metode pembahasan dan selalu dipenuhi keajegan (konsistensi) pembahasan. Menurut Karso (1994:16) matematika adalah ilmu deduktif tentang struktur yang terorganisir, sebab berkembang dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan ke aksioma dan ke teori.
Anton Moeliono dalam Amin Suyitno (1997: 1) berpendapat bahwa matematika sebagai ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan. Sedangkan menurut Mohammad Soleh (1998: 12) pada dasarnya objek pembicaraan matematika adalah objek abstrak, metodologinya adalah deduktif, yaitu berawal dari pengertian dan pernyataan lalu diturunkan dari pengertian dan pernyataan pangkal sebelumnya yang telah dijelaskan atau dibuktikan kebenarannya.
Berdasarkan penjelasan di atas ditarik suatu kesimpulan bahwa matematika sebagai ilmu deduktif berkaitan struktur yang terorganisir, berkembang dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan ke aksioma dan ke teori, di mana objek pembicaraannya abstrak, serta selalu dipenuhi keajegan (konsistensi) pada pembahasannya. Dalam pembelajaranya, matematika biasanya terdiri bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan

B.     Bahasa Matematika
                        Bahasa merupakan suatu sistem yang terdiri dari lambang-lambang, kata-kata, dan kalimat-kalimat yang disusun menurut aturan tertentu dan digunakan sekelompok orang untuk berkomunikasi. Dalam tulisannya, Mudjia Rahardjo mengatakan: "Di mana ada manusia, di sana ada bahasa". Keduanya tidak dapat dipisahkan. Bahasa tumbuh dan berkembang karena manusia. Manusia berkembang juga karena bahasa. Keduanya menyatu dalam segala aktivitas kehidupan. Hubungan manusia dan bahasa meruapakan dua hal yang tidak dapat dinafikan salah satunya. Bahasa pula yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain.
                        Dilihat dari segi fungsinya, bahasa memiliki dua fungsi yaitu: pertama, sebagai alat untuk menyatakan ide, pikiran, gagasan atau perasaan; dan kedua, sebagai alat untuk melakukan komunikasi dalam berinteraksi dengan orang lain. Berdasar dua fungsi tersebut, adalah sesuatu yang mustahil dilakukan jika manusia dalam berinteraksi dan berkomunikasi tanpa melibatkan peranan bahasa. Komunikasi pada hakekatnya merupakan proses penyampaian pesan dari pengirim kepada penerima. Hubungan komunikasi dan interaksi antara si pengirim dan si penerima, dibangun berdasarkan penyusunan kode atau simbol bahasa oleh pengirim dan pembongkaran ide atau simbol bahasa oleh penerima.
                        Berkaitan dengan hal ini, dapat dikatakan bahwa syarat terjadinya proses komunikasi harus terdapat dua pelaku, yakni pengirim dan penerima pesan, sehingga yang perlu ditekankan selanjutnya adalah bagaimana cara kita menyampaikan pesan agar dapat berjalan secara efektif.. Dalam hal ini, Badudu (1995), mengemukakan ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, yaitu: a). orang yang berbicara; b). orang yang diajak bicara; c). situasi pembicaraan apakah formal atau non-formal; dan d). masalah yang dibicarakan (topik).
                        Menurut Galileo Galilei (1564-1642), seorang ahli matematika dan astronomi dari Italia,"Alam semesta itu bagaikan sebuah buku raksasa yang hanya dapat dibaca kalau orang mengerti bahasanya dan akrab dengan lambang dan huruf yang digunakan di dalamnya. Dan bahasa alam tersebut tidak lain adalah matematika. Berbicara mengenai matematika sebagai bahasa, maka pertanyaan yang muncul kemudian adalah dalam sudut pandang mana matematika itu disebut sebagai bahasa, dan apa perbedaan antara bahasa matematika dengan bahasa-bahasa lainnya.
                        Merujuk pada pengertian bahasa di atas, maka matematika dapat dipandang sebagai bahasa karena dalam matematika terdapat sekumpulan lambang/simbol dan kata (baik kata dalam bentuk lambang, misalnya ">=" yang melambangkan kata "lebih besar atau sama dengan", maupun kata yang diadopsi dari bahasa biasa, misalnya kata "fungsi" yang dalam matematika menyatakan suatu hubungan dengan aturan tertentu antara unsur-unsur dalam dua buah himpunan).
                        Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Simbol-simbol matematika bersifat "artifisial" yang baru memiliki arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu, maka matematika hanya merupakan kumpulan simbol dan rumus yang kering akan makna. Berkaitan dengan hal ini, tidak jarang kita jumpai dalam kehidupan, banyak orang yang berkata bahwa X, Y, Z itu sama sekali tidak memiliki arti.
                        Sebagai bahasa, matematika memiliki kelebihan jika dibanding dengan bahasa-bahasa lainnya. Bahasa matematika memiliki makna yang tunggal sehingga suatu kalimat matematika tidak dapat ditafsirkan bermacam-macam. Ketunggalan makna dalam bahasa matematika ini, penulis menyebutnya bahasa matematika sebagai bahasa "internasional", karena komunitas pengguna bahasa matematika adalah bercorak global dan universal di semua negara yang tidak dibatasi oleh suku, agama, bangsa, negara, budaya, ataupun bahasa yang mereka gunakan sehari-hari. Bahasa yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari sering mengandung keraguan makna di dalamnya. Kerancuan makna itu dapat timbul karena tekanan dalam mengucapkannya ataupun karena kata yang digunakan dapat ditafsirkan dalam berbagai arti.
                        Bahasa matematika berusaha dan berhasil menghindari kerancuan arti, karena setiap kalimat (istilah/variabel) dalam matematika sudah memiliki arti yang tertentu. Ketunggalan arti itu mungkin karena kesepakatan matematikawan atau ditentukan sendiri oleh penulis di awal tulisannya. Orang lain bebas menggunakan istilah/variabel matematika yang mengandung arti berlainan. Namun, ia harus menjelaskan terlebih dahulu di awal pembicaraannya atau tulisannya bagaimana tafsiran yang ia inginkan tentang istilah matematika tersebut. Selanjutnya, ia harus taat dan tunduk menafsirkannya seperti itu selama pembicaraan atau tulisan tersebut.
                       Bahasa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional dari bahasa verbal. Lambang-lambang dari matematika dibuat secara artifisial dan individual yang merupakan perjanjian yang berlaku khusus suatu permalahan yang sedang dikaji. Suatu obyek yang sedang dikaji dapat disimbolkan dengan apa saja sesuai dengan kesepakatan kita (antara pengirim dan penerima pesan). Kelebihan lain matematika dipandang sebagai bahasa adalah matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Jika kita menggunakan bahasa verbal, maka hanya dapat mengatakan bahwa Si A lebih cantik dari Si B. Apabila kita ingin mengetahui seberapa eksaknya derajat kecantikannya maka dengan bahasa verbal tidak dapat berbuat apa-apa. Terkait dengan kasus ini maka kita harus berpaling ke bahasa matematika, yakni dengan menggunakan bantuan logika fuzzy sehingga dapat diketahui berapa derajat kecantikan seseorang. Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Sedangkan matematika memiliki sifat kuantitatif, yakni dapat memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan penyelesaian masalah secara lebih cepat dan cermat.
                       Matematika memungkinkan suatu ilmu atau permasalahan dapat mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif. Perkembangan ini merupakan suatu hal yang imperatif bila kita menghendaki daya prediksi dan kontrol yang lebih tepat dan cermat dari suatu ilmu. Beberapa disiplin keilmuan, terutama ilmu-ilmu sosial, agak mengalami kesukaran dalam perkembangan yang bersumber pada problem teknis dan pengukuran. Kesukaran ini secara bertahap telah mulai dapat diatasi, dan akhir-akhir ini kita melihat perkembangan yang menggermbiarakan, di mana ilmu-ilmu sosial telah mulai memasuki tahap yang bersifat kuantitaif. Pada dasarnya matematika diperlukan oleh semua disiplin keilmuan untuk meningkatkan daya prediksi dan kontrol dari ilmu tersebut.
                       Bagi dunia keilmuan, matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang meungkinkan terwujudnya komunikasi yang cermat dan tepat. Matematika dalam hubungannya dengan komunikasi ilmiah mempunyai perang anda yakni sebagi ratu dan sekaligus sebagai pelayan ilmu. Di satu sisi, sebagai ratu matematika merupakan bentuk tertinggi dari logika, sedangkan di sisi lain, sebagai pelayan matematika memberikan bukan saja sistem pengorganisasian ilmu yang bersifat logis namun juga pernyataan-pernyataan dalam bentuk model matematik. Matematika bukan saja menyampaikan informasi secara jelas dan tepat namun juga singkat. Suatu rumus yang jikat ditulis dengan bahasa verbal membutuhkan rentetan kalimat yang banyak sekali, di mana makin banyak kata-kata yang dipergunakan maka makin besar pula peluang untuk terjadinya salah informasi dan salah interpretasi, maka dalam bahasa matematika cukup diulis dengan model yang sederhana sekali. Dalam hal ini, menurut Morris Kline, menambahkan bahwa ciri bahasa matematika yaitu bersifat ekonomis.
                        Pemodelan matematika merupakan akibat dari penyelesaian permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang diselesaikan menggunakan matematika. Masalah nyata dalam kehidupan biasanya timbul dalam bentuk gejala-gejala yang belum jelas hakikatnya. Kita masih harus membuang faktor-faktor yang tidak/kurang relevan, mencari data-data dan informasi tambahan, lalu kita menemukan hakikat masalah sebenarnya. Lanngkah ini dinamakan sebagai mengidentifikasi masalah. Misalnya seorang pasien datang ke dokter dengan keluhan kepalanya pusing dan perut sakit. Berdasarkan keluhan itu dokter mengadakan beberapa tes dan dengan pengalaman dan dasar ilmunya, ia akan mengadakan analisis, lalu memberikan diagnosis. Diagnosis inilah merupakan identifikasi masalah. Langkah selanjutnya setelah mengidentifikasi masalah, maka melalui beberapa pendefinisian diadakan penerjemahan masalah ke bahasa lambang, yaitu matematika. Penerjemahan ini disebut pemodelan matematika. Setelah model matematika jadi, maka dicari alat yang dapat digunakan untuk menyelesaikannya. Pemodelan inilah yang menjadi kunci dalam penerapan matematika. Memodelkan masalah ke dalam bahasa matematika berarti menirukan atau mewakili objek yang bermasalah dengan relasi-relasi matematis. Istilah faktor dalam masalah menjadi peubah atau variabel dalam matematika. Pada hakikatnya, kerja pemodelan tidak lain adalah abstraksi dari masalah nyata menjadimasalah(model) matematika
                        Selain sebagai bahasa, matematika juga berfungsi sebagai alat berpikir. Ilmu merupakan pengetahuan yang mendasarkan kepada analisis dalam menarik kesimpulan menurut suatu pola berpikir tertentu. Menurut Wittegenstein, matematika merupakan metode berpikir yang logis. Berdasarkan perkembangannya maka masalah yang dihadapi logika makin lama makin rumit dan membutuhkan struktur analisis yang lebih sempurna. Dalam perspektif inilah maka logika berkembang menjadi matematika, sebagaimana yang disimpulkan oleh Bertrand Russell, "matematika adalah masa kedewasaan logika, sedangkan logika adalah masa kecil matematika". Komunikasi yang terjadi dalam matematika dapat terjadi, di antaranya dalam:
            1).  Dunia nyata, ukuran dan bentuk lahan dalam dunia pertanian (geometri),
                   banyaknya barang dan nilai uang logam dalam dunia bisnis dan perdagangan (bilangan), ketinggian pohon dan bukit (trigonometri), kecepatan gerak benda angkasa (kalkulus), peluang dalam perjudian (probabilitas), sensus dan data kependudukan (statistika), dan sebagainya.;
            2).  Struktur abstrak dari suatu sistem, antara lain struktur sistem bilangan
                   (grup, ring), struktur penalaran (logika matematika), struktur berbagai gejala dalam kehidupan manusia (pemodelan matematika), dan sebagainya; dan
            3). Matematika sendiri yang merupakan bentuk komunikasi matematika yang   digunakan untuk pengembangan diri matematika. Bidang ini disebut "metamatematika".
                        Jadi, sejak awal kehidupan manusia matematika itu merupakan alat bantu untuk mengatasi berbagai macam permasalahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Baik itu permasalahan yang masih memilki hubungan erat dalam kaitannya dengan ilmu eksak ataupun permasalahan-permasalahan yang bersifat sosial. Peranan matematika terhadap perkembangan sains dan teknologi sudah jelas, bahkan kalu boleh penulis katakan bahwa tanpa matematika, sains dan teknologi tidak akan dapat berkembang..




C.    Peranan Matematika Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah
                 Perkembangan IPTEK sekarang ini di satu sisi memungkinkan untuk memperoleh banyak informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai tempat di dunia, di sisi lain tidak mungkin untuk mempelajari keseluruhan informasi dan pengetahuan yang ada, karena sangat banyak dan tidak semuanya diperlukan. Karena itu diperlukan kemampuan cara mendapatkan, memilih, dan mengolah informasi.
                 Untuk menghadapi tantangan tersebut, dituntut sumber daya yang handal dan      mampu berkompetisi secara global, sehingga diperlukan ketrampilan tinggi yang melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemauan bekerjasama yang efektif. Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui matematika. Hal ini sangat dimungkinkan karena matematika memiliki struktur dengan keterkaitan yang kuat dan jelas satu dengan lainnya serta berpola pikir yang bersifat deduktif dan konsisten.
            Matematika merupakan alat yang dapat memperjelas dan menyederhanakan          suatu keadaan atau situasi melalui abstraksi, idealisasi, atau generalisasi untuk suatu studi ataupun pemecahan masalah.
                  Pentingnya matematika tidak lepas dari perannya dalam segala jenis dimensi kehidupan. Misalnya banyak persoalan kehidupan yang memerlukan kemampuan menghitung dan mengukur. Menghitung mengarah pada aritmetika (studi tentang bilangan) dan mengukur mengarah pada geometri (studi tentang bangun, ukuran dan posisi benda). Aritmetika dan geometri merupakan fondasi atau dasar dari matematika
                 Saat ini, banyak ditemukan kaidah atau aturan untuk memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan pengukuran, yang biasanya ditulis dalam rumus atau formula matematika, dan ini dipelajari dalam aljabar. Namun, perkembangan dalam navigasi, transportasi, dan perdagangan, termasuk kemajuan teknologi sekarang ini membutuhkan diagram dan peta serta melibatkan proses pengukuran yang dilakukan secara tak langsung. Akibatnya, perlu studi tentang trigonometri.
                 Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, orang dapat menyampaikan informasi dengan bahasa matematika, misalnya menyajikan persoalan atau masalah ke dalam model matematika yang dapat berupa diagram, persamaan matematika, grafik, ataupun tabel. Mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa matematika justru lebih praktis, sistematis, dan efisien. Begitu pentingnya matematika sehingga bahasa matematika merupakan bagian dari bahasa yang digunakan dalam masyarakat.
            Hal tersebut menunjukkan pentingnya peran dan fungsi matematika, terutama sebagai sarana untuk memecahkan masalah baik pada matematika maupun dalam bidang lainnya. Peranan matematika tersebut, terutama sebagai sarana berpikir ilmiah oleh Erman Suherman (1995: 56) disebutkan dapat diperolehnya kemampuan-kemampuan sebagai berikut :
1.      Menggunakan algoritma
Yang termasuk kedalam kemampuan ini antara lain adalah melakukan operasi hitung, operasi himpunan, dan operasi lainya. Juga menghitung ukuran tendensi sentral dari data yang banyak dengan cara manual.
2.      Melakukan manipulasi secara matematika
Yang termasuk kedalam kemampuan ini antara lain adalah menggunakan sifat-sifat atau rumus-rumus atau prinsip-prinsip atau teorema-teorema kedalam pernyataan matematika .
3.      Mengorganisasikan data
Kemampuan ini antara lain meliputi : mengorganisasikan data atau informasi, misalnya membedakan atau menyebutkan apa yang diketahui dari suatu soal atau masalah dari apa yang ditanyakan.
4.      Memanfatkan simbol, tabel, grafik, dan membuatnya
Kemampuan ini antara lain meliputi : menggunakan simbol, tabel, grafik untuk menunjukan suatu perubahan atau kecenderungan dan membuatnya.
5.      Mengenal dan menemukan pola
Kemampuan ini antara lain meliputi : mengenal pola susunan bilangan dan pola bangun geometri.
6.      Menarik kesimpulan
Kemampuan ini antara lain meliputi : kemampuan menarik kesimpulan dari suatu hasil hitungan atau pembuktian suatu rumus.
7.      Membuat kalimat atau model matematika
            Kemampuan ini antara lain meliputi : kemampuan secara sederhana dari fonemena
            dalam kehidupan sehari-hari kedalam model matematika atau sebaliknya dengan   
            model ini diharapkan akan mempermudah penyelesaianya.
8.      Membuat interpretasi bangun geometri
            Kemampuan ini antara lain meliputi : kemampuan menyatakan bagian-bagian dari
            bangun geometri dasar maupun ruang dan memahami posisi dari bagian-bagian itu.
           9.    Memahami pengukuran dan satuannya
           Kemampuan ini antara lain meliputi ; kemampuan memilih satuan ukuran yang tepat,      
           estimasi, mengubah satuan ukuran ke satuan lainnya.
10.  Menggunakan alat hitung dan alat bantu lainya dalam matematika, seperti tabel matematika, kalkulator, dan komputer.
                       Sementara itu dalam tujuan umum pendidikan matematika (Depdiknas, 2002:3)
           menyebutkan berbagai peranan matematika sebagai sarana berpikir ilmiah ditekankan
           pada kemampuan untuk memiliki:
1.      Kemampuan yang berkaitan dengan matematika yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah matematika, pelajaran lain, ataupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata
2.      Kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi
3.      Kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar yang dapat dialih gunakan pada setiap keadaan, seperti berpikir kritis, berpikir logis, berpikir sistematis, bersifat objektif, bersifat jujur, bersifat disiplin dalam memandang dan menyelesaikan suatu masalah. Kemampuan-kemampuan di atas berguna bagi seseorang untuk berpikir ilmiah dalam pendidikan dan berguna untuk hidup dalam masyarakat, termasuk bekal dalam dunia kerja.
                 Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan berkaitan peranan matematika sebagai sarana berpikir ilmiah adalah dapat diperoleh kemampuan-kemampuan meliputi :
      (1).   menggunakan algoritma,
(2).   melakukan manipulasi secara matematika,
(3).   mengorganisasikan data,
(4).   memanfatkan simbol, tabel, grafik, dan membuatnya,
(5).   mengenal dan menemukan pola,
(6).   menarik kesimpulan,
(7).   membuat kalimat atau model matematika,
(8).   membuat interpretasi bangun geometri,
(9).   memahami pengukuran dan satuanya, serta
(10). menggunakan alat hitung dan alat bantu lainya dalam matematika, seperti tabel
              matematika, kalkulator, dan komputer.

Sumber:
http://sigmetris.com/index.php?option=com_content&task=view&id=33&Itemid=28   diakses  tanggal  31 Oktober 2010, pukul 12:50 WIB.


PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN

 

 

Ilmuwan yang berpikir filsafati, diharapkan bisa memahami filosofi kehidupan,  mendalami unsur-unsur pokok dari ilmu yang ditekuninya secara menyeluruh sehingga lebih arif dalam memahami sumber, hakikat dan tujuan dari ilmu yang ditekuninya, termasuk pemanfaatannya bagi masyarakat. Untuk mencapai tujuan itu, maka proses pendidikan hendaknya bukan sekedar untuk mencapai suatu tujuan akhir tapi juga mem-pelajari hal-hal yang dilakukan untuk mencapai tujuan akhir tersebut. Sehingga, ilmuwan selain sebagai orang berilmu juga memiliki kearifan, kebenaran, etika dan estetika.
Secara epistemologis dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan yang ada saat ini merupakan hasil dari akumulasi pengetahuan yang terjadi dengan pertumbuhan, pergan-tian dan penyerapan teori. Kemunculan teori baru yang menguatkan teori lama akan memperkuat citra sains normal. Tetapi, anomali dalam riset ilmiah yang tidak bisa dise-lesaikan oleh paradigma yang menjadi referensi riset, menyebabkan berkembangnya paradigma baru yang bisa memecahkan masalah dan membimbing riset berikutnya (mela-hirkan revolusi sains). Tumbuh kembangnya teori dan pergeseran paradigma adalah po-la perkembangan yang biasa dari sains yang telah matang. Berkembangnya peralatan analisis juga mendorong semakin berkembangnya ilmu. Contoh epistemologi ilmu dimana terjadi perubahan teori dan pergeseran paradigma terlihat pada perkembangan teori atom, teori pewarisan sifat dan penemuan alam semesta.
Secara epistemologis dapat dikatakan bahwa dalam perkembangan ilmu, suatu kekeliruan mungkin terjadi terutama saat pembentukan paradigma baru. Tetapi, yang harus dihindari adalah melakukan kesalahan yang lalu ditutupi dan diakui sebagai kebenaran.

Perkembangan Teori Atom
Konsep atom dicetuskan oleh Leucippus dan Democritus (abad ke-6 SM): materi (segala sesuatu di alam) secara fisik disusun oleh sejumlah benda berukuran sangat kecil (atom). Atom merupakan partikel yang sangat kecil, padat dan tidak bisa dibagi, bergerak dalam ruang dan bersifat abadi. Menurut John Dalton (1766–1844) setiap unsur kimia dibentuk oleh partikel yang tak bisa diurai (atom).
Pergeseran paradigma terjadi ketika ternyata dibuktikan bahwa atom masih bisa dibagi dan memiliki elektron (J.J. Thomson,1856–1940) dan proton (E. Goldstein, 1886).
Pengetahuan bahwa atom bisa dibagi membuat ilmuwan lalu mereka-reka struktur atom. Thomson, menganalogikan atom seperti roti tawar dengan kismisnya, dimana elektron dan partikel positif terdistribusi merata. Dari penelitian E. Rutherford (1871-1937) disimpulkan bahwa elektron mengorbit mengelilingi nukleus. Postulat ini diperbaiki oleh J. Chadwick (1891–1974): atom memiliki sebuah inti yang terdiri dari nuklei, dan elektron-elektron yang mengorbit mengelilinginya; dan lalu disempurnakan oleh Niels Bohr yang mempertimbangkan efek kuantisasi energi atom. Teori-teori atom dan strukturnya masih terus disempurnakan. Saat ini mulai terjadi anomali yang menggugat paradigma yang sudah ada. Murray Gell-Mann (1964) mengatakan, proton dan netron masih bisa dibagi menjadi quark.

Perkembangan Teori Pewarisan Sifat
Pemikiran tentang pewarisan sifat sudah ada sejak jaman dulu. Plato dengan paham esensialismenya menjelaskan, setiap orang merupakan bayangan dari tipe ideal. Esensinya, manusia adalah sama dan keragaman di dunia tidak ada artinya.
Perkembangan teori ini diawali dengan dilema yang dihadapi Darwin: apa penyebab variasi dan apa yang mempertahankan variasi? Menurut F. Galton, setiap anak menuju kecenderungan rata-rata dari sifat induknya. Sifat-sifat hereditas konti-nyu dan bercampur, anak adalah rata-rata dari kedua orang tua, maka variasi tidak ada. Sementara menurut Darwin, keragamanlah yang penting, bukan rata-rata tetapi Darwin belum bisa menjelaskan mengapa keragaman tersebut bisa terjadi. Hipotesa sementaranya menjelaskan bahwa kopi sel dari setiap jaringan yang dimasukkan ke dalam darah (gemmules)-lah yang memproduksi keragaman ketika gemmule dibentuk dan dikonversi kembali menjadi sel tubuh pada saat reproduksi. Tapi, perjalanan sejarah ilmu perkembangan sel selanjutnya membuktikan bahwa hipotesis ini salah.
Mendell yang melakukan persilangan kacang dan menghasilkan varietas yang berbeda, mulus dan keriput tapi tidak ada yang di tengah-tengah, menyimpulkan bahwa sifat-sifat yang diturunkan bersifat diskrit, ada yang dominan dan ada yang resesif, tapi tidak bisa bercampur. Teori inilah yang selanjutnya digunakan sebagai dasar pe-ngembangan teori pewarisan sifat.

Perkembangan Teori Tata Surya
Prediksi peredaran matahari, bintang, bulan dan gerhana sudah dilakukan bangsa Baylonia, 4000 tahun yang lalu. Kosmologi Yunani (4SM) menyatakan bumi pusat dan semua benda langit mengitari bumi. Konsep ini dipatahkan Copernicus (1473-1543) yang menyatakan bahwa matahari adalah pusat sistem tata surya dan bumi bergerak mengelinginya dalam orbit lingkaran. Teori Copernicus menjadi lan-dasan awal pengembangan ilmu tentang tata surya.
Seorang ilmuwan berada pada posisi dimana dia memiliki pengetahuan yang berdasarkan pada fakta (factual knowledge). Tetapi, fakta itu tidak berarti walaupun bisa menjadi instrumen jika tidak diaplikasikan. Aplikasi dari suatu kajian ilmu hendak-lah mempunyai nilai kegunaan (aksiologis) yang memberi makna terhadap kebenaran atau ke­nyataan yang dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan kajian filsafat berkenaan dengan pencarian kebenaran fundamental. Seorang ilmuwan, hendaklah mengkaji kebenaran fundamental dari suatu alternatif pemecahan masalah yang disodorkannya. Seorang ilmuwan juga memiliki tanggung jawab sosial untuk memberi perspektif yang benar terhadap suatu masalah yang sedang dihadapi dan alternatif pemecahannya secara keilmuan kepada mayarakat awam. Dengan penguasaan ilmunya, seorang ilmuwan juga hendaknya bisa mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seharusnya mereka sadari.
Sebagai contoh, kajian ilmu bioteknologi, revolusi hijau (bibit unggul, pestisida, pupuk kimia) dan tanaman transgenik telah meningkatkan factual knowledge yang dimiliki. Tetapi, ketika akan diaplikasikan ke masyarakat sebagai alternatif untuk mengatasi masalah, misalnya aplikasi tanaman transgenik untuk mengatasi produksi pangan yang terus menurun, maka kita perlu mempertanyakan kebenaran fundamental yang ada di belakangnya. Apa penyebab masalah yang sebenarnya? Apa saja alternatif pemecahan masalahnya? Apakah alternatif yang diajukan memang alternatif terbaik untuk mengatasi masalah? Bagaimana kajian keuntungan dan resiko dari alternatif yang dipilih ini? Bagaimana dampaknya terhadap kemanusiaan, lingkungan, ekonomi dan sistim sosial masyarakat?
Hal-hal ini harus dipelajari dan dijawab oleh ilmuwan sebelum alternatif ini benar-benar dipilih untuk mengatasi suatu masalah. Sehingga tidak terjadi kasus dimana aplikasi dari suatu factual knowledge ternyata pada akhirnya menimbulkan dampak negatif bagi manusia, lingkungan, sosial ataupun aspek lain dari kehidupan masyarakat.


PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN PADA ZAMAN ISLAM KLASIK
Dalam dunia Islam, ilmu bermula dari keinginan untuk memahami wahyu yang terkandung dalam Al-Qur'an dan bimbingan Nabi Muhammad SAW mengenai wahyu tersebut. Al-'ilm itu sendiri dikenal sebagai sifat utama Allah SWT. Dalam bentuk kata yang berbeda, Allah SWT disebut juga sebagai al-'Alim dan 'Alim, yang artinya “Yang Mengeta­hui” atau “Yang Maha Tahu”. Ilmu adalah salah satu dari sifat utama Allah SWT dan merupakan satu-satunya kata yang komprehensif serta bisa di­gunakan untuk menerangkan pengetahuan Allah SWT.
Keterangan tafsir sering kali ditekankan sehubungan dengan kelima ayat Al-Qur'an yang paling pertama diwahyukan (QS.96:l-5), antara lain bah­wa ajaran Islam sejak awal meletakkan semangat keilmuan pada posisi yang amat penting. Banyaknya ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi SAW tentang ilmu antara lain memberi kesan bahwa tujuan uta­ma hidup ini ialah memperoleh ilmu tersebut.
Dalam hubungan ini, sebagian ahli menerang­kan perkembangan ilmu dalam Islam dengan melihat cara pendekatan yang ditempuh kaum muslimin terhadap wahyu dalam menghadapi suatu situasi di mana mereka hidup, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Menurut pendekatan ini, ge­nerasi pada masa Nabi Muhammad SAW telah menangkap semangat ilmu yang diajarkan oleh Islam yang disampaikan oleh Nabi SAW tetapi se­mangat itu baru menampakkan dampak yang amat luas setelah Nabi SAW wafat. Hadirnya Nabi SAW di tengah-tengah kaum muslimin pada generasi pertama sebagai pimpinan dan tokoh sentral menyebabkan semua situasi dan persoalan-persoalan yang muncul dipulangkan kepada dan diselesaikan oleh Nabi SAW.
Generasi sesudah Nabi SAW wafat, yang menyaksikan proses berlangsung dan turunnya wahyu sehingga berhasil menginternalisasi dan menyerapnya ke dalam diri mereka, menilai situasi yang mereka hadapi dengan semangat wahyu yang telah mereka serap. Penilaian terhadap situasi baru yang lebih bercorak intelektual berlangsung pada generasi tabiin dan tabiit tabiin (tabi’at-tabi’in) karena metode yang dipakai menyerupai metode ilmu yang dikenal kemudian, bahkan sebagian metode ilmu yang dikenal sekarang berasal dari generasi tersebut. Metode tersebut adalah metode nass, yaitu mencari rujukan kepada ayat-ayat Al-Qur’an dan teks-teks hadis yang sifatnya langsung, jelas, dan merujuk pada situasi yang dihadapi, atau mencari teks yang cukup dekat dengan situasi atau masalah yang dihadapi bila teks langsung tidak diperoleh. Metode yang lainnya disebut metode kias atau penalaran analogis.
Menurut pendekatan ini, pemikiran tentang hukum adalah ilmu yang paling awal tumbuh dalam Islam. Munculnya sejumlah hadist yang digunakan untuk keperluan pemikiran hukum, di samping ayat-ayat Al-Qur’an, menjadikan hadist pada masa-masa tersebut tumbuh menjadi ilmu tersendiri. De­ngan alasan yang berbeda dengan lahirnya ilmu hukum, teologi atau ilmu kalam muncul menjadi ilmu yang berpangkal pada persoalan-persoalan politik, khususnya pada masa kekhalifahan Usman bin Affan dan Ali bin Abi Talib. Ilmu kalam semakin menegaskan dirinya sebagai disiplin ilmu tersendiri ketika serangan yang ditujukan kepada Islam memakai pemikiran filsafat sebagai alat. Oleh karena itu, dirasakan bahwa penyerapan fil­safat merupakan suatu keharusan untuk dipakai dalam membela keyakinan-keyakinan Islam.
Perkembangan ilmu paling pesat dalam Islam terjadi ketika kaum muslimin bertemu dengan kebudayaan dan peradaban yang telah maju dari bangsa-bangsa yang mereka taklukkan. Perkembang­an tersebut semakin jelas sejak permulaan kekuasaan Bani Abbas pada pertengahan abad ke-8. Pemindahan ibukota Damsyik (Damascus) yang terletak di lingkungan Arab ke Baghdad yang berada di lingkungan Persia yang telah memiliki budaya keilmuan yang tinggi dan sudah mengenal ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani, menjadi alat picu semaraknya semangat keilmuan yang telah dimiliki oleh kaum muslimin.
Pada masa ini umat islam telah banyak melakukan kajian kritis tentang ilmu pengetahuan sehingga ilmu pengetahuan baik aqli (rasional) maupun yang naqli mengalami kemajuan dengan sangat pesat. Proses pengalihan ilmu pengetahuan dilakukan dengan cara penerjemahan berbagai buku karangan bangsa-bangsa terdahulu, seperti bangsa yunani, romawi, dan persia, serta berbagai sumber naskah yang ada di timur tengah dan afrika, seperti mesopotamia dan mesir.
Diantara banyak ahli yang berperan dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan adalah kelompok Mawali atau orang-orang non arab, seperti orang persia. Pada masa itu, pusat kajian ilmiah bertempat di masjid-masjid, misalnya masjid Basrah. Di masjid ini terdapat kelompok studi yang disebut Halaqat Al Jadl, Halaqad Al Fiqh, Halaqad Al Tafsir wal Hadist, Halaqad Al Riyadiyat, Halaqad lil Syi’ri wal adab, dan lain-lain. Banyak orang dari berbagai suku bangsa yang datang ke pertemuan ini. Dengan demikian berkembanglah kebudayaan dan ilmu pengetahuan dalam islam.
Pada permulaan Daulah Abbasiyah, belum terdapat pusat-pusat pendidikan formal, seperti sekolah-sekolah, yang ada hanya beberapa lembaga non formal yang disebut Ma’ahid. Baru pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid didirikanlah lembaga pendidikan formal seperti Darul Hikmah yang kemudian dilanjutkan dan disempurnakan oleh Al Makmun. Dari lembaga inilah banyak melahirkan para sarjana dan ahli ilmu pengetahuan yang membawa kejayaan Daulah Abbasiyah dan umat islam pada umumnya. Masa ini dicatat oleh sejarah sebagai masa kaum muslimin menyerap khazanah ilmu dari luar tanpa puas-puasnya.
Pada mulanya, suatu karya diterjemahkan dan dipelajari karena alasan praktis. Misalnya, ilmu kedokteran dipelajari untuk mengobati penyakit khalifah dan keluarganya; untuk mendapatkan kesempurnaan pelaksanaan ibadah, ilmu falak berkembang dalam menentukan waktu shalat secara akurat. Akan tetapi, motif awal dipelajarinya ilmu-ilmu ter­sebut ternyata pada perkembangan selanjutnya mengalami pertumbuhan sedemikian rupa, sehing­ga tidak lagi terbatas untuk keperluan-keperluan praktis dan ibadah tetapi juga untuk keperluan yang lebih luas, misalnya, untuk pengembangan il­mu itu sendiri. Dengan demikian, ilmu yang diserap itu ditambah dan dikembangkan lagi oleh kaum muslimin dengan hasil-hasil pemikiran dan penyelidikan mereka.
Beberapa disiplin ilmu yang sudah berkembang pada masa klasik Islam adalah: ilmu fikih, ilmu kalam, ilmu hadis, ilmu tafsir, ilmu usul fikih, ilmu tasawuf, yang biasa pula disebut sebagai bidang ilmu naqli, ilmu-ilmu yang bertolak dari nas-nas Al-Qur’an dan hadis. Adapun dalam bidang ilmu aqli atau ilmu rasional, yang berkembang antara lain ilmu filsafat, ilmu kedokteran, ilmu farmasi, ilmu sejarah, ilmu astronomi dan falak, ilmu hitung, dan lain-lain.
Pada masa ini dikenal banyak sekali pakar dari berbagai ilmu, baik orang Arab maupun muslim non-Arab. Sejarah juga mencatat, bahwa untuk pe­ngembangan ilmu-ilmu tersebut para pakar muslim bekerja sama dengan pakar-pakar lainnya yang ti­dak beragama Islam. Muhammad bin Ibrahim al-Fazari dipandang sebagai astronom Islam pertama. Muhammad bin Musa al-Khuwarizmi (wafat 847M) adalah salah seorang pakar matematika yang mashyur. Ali bin Rabban at-Tabari dikenal sebagai dokter pertama dalam Islam, di samping Abubakar Mu­hammad ar-Razi (wafat 925M) sebagai seorang dokter besar. Jabir bin Hayyan (wafat 812M) adalah “bapak” ilmu kimia dan ahli matematika. Abu Ali al-Hasan bin Haisam (wafat 1039M) adalah nama besar di bidang ilmu optik. Ibnu Wazih al-Yakubi, Abu Ali Hasan al-Mas’udi (wafat 956M), dan Yakut bin Abdillah al-Hamawi adalah nama-nama tenar untuk bidang ilmu bumi (geografi) Islam dan Ibnu Khaldun untuk kajian bidang ilmu sejarah. Disamping nama-nama besar diatas, masih banyak lagi pakar-pakar ilmu lainnya yang sangat besar peranannya dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Besarnya pengaruh bidang keilmuan yang ditinggalkan kaum ilmuwan muslim pada abad-abad yang lampau tidak hanya tampak pada banyaknya nama-nama pakar muslim yang disebut dan ditulis dalam bahasa Eropa, tetapi juga pada pengakuan yang diberikan oleh dan dari berbagai kalangan ilmuwan. Zaman Kebangkitan atau Zaman Renaisans di Eropa, yang di zaman kita telah melahirkan ilmu pengetahuan yang canggih, tidak lahir tanpa andil yang sangat besar dari pemikiran dan khazanah ilmu dari ilmuwan muslim pada masa itu.


SEJARAH PERKEMBANGAN MATEMATIKA

Kemajuan peradaban manusia sangat dipengaruhi oleh kemajuan penerapan matematika oleh kelompok manusia itu sendiri. Walaupun peradaban manusia berubah dengan pesat, namun bidang matematika terus relevan dan menunjang pada perubahan ini. Matematika merupakan objek yang paling penting di dalam sistem pendidikan di seluruh negara di dunia ini. Negara yang mengakibatkan pendidikan matematika sebagai prioritas utama akan tertinggal dari segala bidang, disbanding dengan negara-negara  lain yang memberikan tempat bagi matematika sebagai subjek yang sangat penting. Seperti kita ketahui dari negara kita, sejak sekolah dasar sampai universitas syarat pengajaran matematika sangat dibutuhkan terutama dalam bidang lain dan teknik. Tidak tertutup juga untuk  ilmu-ilmu sosial seperti ekonomi yang membutuhkan analisis kuantitatif untuk  membantu membuat keputusan yang lebih akurat berdasarkan data-data pelajar yang mempunyai nilai yang baik dalam matematika biasanya tidak akan mempunyai masalah apabila dia akan melanjutkan studi ke perguruan tinggi, baik itu bidang lain, teknik maupun sosial. Untuk  bidang lain, matematikalah dan statistic adalah ratunya. Secara umumnya, sistem pendidikan tidak akan mantap jika pelajaran-pelajaran mahasiswa-mahasiswa di perguruan tinggi lemah dalam menguasai matematika.
Status ahli matematika zaman dahulu adalah tinggi dan selalu menjadi panutan masyarakat. Ahli matematika mempunyai keahlian di berbagai bidang dan mudah untuk  menangani dan melaksanakan tugas yang diberikan. Karena itu matematika dapat dikatakan sebagai tolak ukur kegemilangan intelektual suatu bangsa, yang artinya suatu bangsa yang memasyarakatnya menguasai matematika dengan baik akan dapat bersaing dengan bunga lain atau jatuh bangunnya suatu bangsa sangat ditentukan oleh penguasaan bangsa tersebut akan matematika.
Perkembangan matematika dapat ditinjau dari dua segi ialah pertama, dari segi perkembangan matematika dalam kelompok ilmu matematika. Kedua, peranannya dalam ilmu pengetahuan baik eksakta maupun sosial.
Bila dilihat secara ringkas perkembangan matematika dalam kehidupan sosial, sejak dikenalnya sejarah kehidupan peradaban manusia menurut “Brifits dan Hawsen (1974)” dibagi dalam 4 tahap:
1. Mesir Kuno (Babylonia dan Mesopotania); matematika telah dipergunakan dalam perdagangan, peramalan    dalam musim pertanian, teknik pembuatan bangunan air.
2.  Peradaban Yunani Kuno; matematika digunakan sebagai cara berpikir nasional dengan menerapkan langkah-langkah dan definisi tertentu tentang hal-hal yang berhubungan dengan matematika. Pada saat itu kira-kira 300 SM Endid dalam bukunya menyajikan secara sistematis berbagai postulat defenisis dan teorema.
3.   Arab, Cina dan India pada tahun 1000 telah mengembangkan ilmu hitung dalam aljabar bahkan kata aljabar dari bahasa Arab algebria. Pada saat itu telah didapatkan cara perhitungan dengan angka 0 dan cara menggunakan decimal untuk  kepraktisan cara aljabar
4.      Zaman renaisme matematikalah modern telah diterapkan antara lain kalkulus dan defensial. Pada abad 18 terjadi revolusi industri, berkembang ilmu ukur  non Emelid oleh Ganes (1777-1855) dan oleh Einstein dikembangkan lebih lanjut dari teori relativitani.
Dari segi ilmu itu sendiri maka dapat dipelajari dari beberapa tahap sebagai berikut:
1.   Yunani 300 SM telah ditetapkan bahwa fakta-fakta matematika James dibangun tidak dengan langkah-langkah empiris tetapi dengan penalaran deduktif. Kesimpulan matematika harus dicapai dengan demonstrasi   yang logis. Beberapa ahli matematika yang merupakan pelopor pada saat itu:
Ƙ  Phytagoras lahir  572 SM: menyempurnakan geometri
Ƙ Plato pengikut aliran phytagoras: matematika harus dilandasi oleh keyakinan bahwa matematika merupakan bidang latihan yang paling baik untuk  berpikir, untuk  senam otak.
Ƙ  Archimedis 287 – 212 SM: menggunakan metode matematika untuk  penulisan tentang teori mekanika sehingga beliau dijuluki sebagai ahli matematika di sepanjang masa.
2.      Abad ke-15 permulaan zaman renaissance di Eropa dengan ditandai berkembangnya ilmu hitung, aljabar, dan higonoetri yang mewarnai perdagangan, pelayaran astronomi dan penelitian.
3.      Abad ke-16 penerimaan tentang penyelesaian aljabar dengan persamaan kuadrat dan derajat tiga
4.      Abad ke-17 Napier memperkenalkan ciptaannya logaritma, Harold, and Oughted mendukung notani dan kodifikasi aljabar. Galileo menemukan ilmu dinamika, Kapler menemukan hukum tentang gerakan plante. Hormat, meletakkan dasar teori bilangan moder. Huggens memberikan kontribusi biaya teori probability. Newton dan Leibris memperkenalkan kalkulus atau banyak bidang baru yang luas sebagai awal lahirnya matematika modern.
5.      Pada tahun 1830 George Peacock mempelajari prinsip-prinsip aljabar secara serius hasil pengembangan dasar-dasar aljabar yang dibuat oleh Agustus de Morgen. Aljabar modern pertama kali diperkenalkan oleh Garret Birkoff dan Sauders Maedame dari Amerika yang kaya dan penuh dengan sistem matematika. Aljabar matrik digunakan pertama kali oleh Arthur Cayley 1857 di Inggris, dalam kaitannya dengan tranformasi linear.
6.    Penerapan teori set atau himpunan yang merupakan hubungan matematika dengan geologi serta logika oleh  George Cantor (1845-1918) merupakan awal perkembangan pesat matematika.

Peranan Matematika dalam Keilmuwan
Dalam bidang keilmuwan matematika adalah simbol yang dipergunakan untuk  berkomunikasi dengan cermat dan cepat dalam hal berkomunikasi ilmiah matematika dapat sebagai raja yang didambakan namun juga sebagai pelayanan berbagai pihak. Sebagai raja karena merupakan bentuk tertinggi dalam proses berpikir sedangkan berbagai pelayanan karena merupakan sistem organism ilmu yang bersifat logika namun juga sebagai model.
Matematika juga sebagai dasar dalam segala perhitungan maupun statistic, karena matematika mengarahkan pada apa yang akan diobservasikan, mengklasifikasikan, dan mengaktifkan perhitungan mendukung fakta dan menentukan data apakah yang dapat diobservasi atau tidak.
Kiranya dapat dikatakan bahwa dalam bidang keilmuan, matematika dapat dikatakan sebagai tolak ukur kegemilangan intelektual. Artinya jatuh tangannya suatu negara atau kemampuan dengan masyarakat lain sangat dipengaruhi oleh penguasaan mereka akan matematika. Adapun alasan-alasan adalah sebagai berikut:
1.   Matematika adalah merupakan bahan yang dapat melambangkan serangkaian makna atau pernyataan, dengan sederhana, ekonomis dalam kata-kata yang jelas dan singkat.
2.      Matematika sebagai suatu proses yang berbentuk perhitungan-perhitungan dalam desain teknik
3.     Matematika sebagai ilmu karena berupa metode matematis untuk  inspirasi pemikiran baik sosial maupun ekonomi.
4.   Matematik yang teori yang akan memberi warna, terhadap kegiatan-kegiatan baik teknis, seni, arsitek, maupun musik.
Dari pernyataan tersebut maka dapat dikatakan bahwa matematika memiliki peranan benar yaitu untuk  latihan otak agar dapat berpikir logis, analisis dan sistematis sehingga akan membawa seseorang, masyarakat atau bangsa ke arah keberhasilan.

Ciri-ciri Matematika
Berdasarkan adanya fakta-fakta yang secara langsung nampak dalam kehidupan manusia sejak adanya matematika, maka para pionir matematika memberikan/ mengambil ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh matematika sendiri.
Dalam penalaran (reasoning) dengan matematik harus digunakan metode deduktif yang akan mampu menghasilkan kesimpulan yang dapat dipercaya, sehingga contoh geometri sebagai berikut:
Ƙ  Kedua ruas suatu persamaan dengan bilangan yang sama maka hasilnya akan tetap   a = b + c bila ditambah X pada masing-masing ruas menjadi a + X = b + c + x.
Ƙ  Dengan dua titik akan dapat dibentuk suatu garis lurus.
Matematik adalah merupakan bahwa yang sangat simbolis artinya;
Ƙ  Simbol-simbol matematik singkat, persis tidak berubah-ubah dan mudah dimengerti
Ƙ  Lebih teliti namun banyak yang mempunyai arti yang tersamar.
Ƙ  Matematik sebagai bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan-pernyataan yang akan disampaikan dan akan menghilangkan sifat kufur majemuk dn emosional dari bahasa verbal, kaulitatif, perjanjian yang berlaku khusus. Sebagai bahasa numeriK memungkinkan pengukuran kuantitatif untuk  membandingkan sesuatu.
Dilihat dari perkembangan strukturnya, matematik akan makin kaya dengan penemuan-penemuan baru pada setiap generasi. Pada awalnya matematik masih dalam tahap sistematika artinya masih menggolongkan sifat empiris ke dalam kategori mengenal dunia fisik, tahap komperatif disini mulai membandingkan antara obyek yang satu dengan yang lain. Selanjutnya tahap kuantitatif mulai mencari hubungan sebab akibat dari masing-masing obyek.

Matematika dalam Abad XX
Matematika merupakan alat praktis dalam memecahkan segala persoalan, dalam keadaan perang matematika juga mengambil peranan banyak. Perkembangan serta penemuan baru timbul pada saat manusia dihadapkan pada banyak masalah setelah perang dunia ke II, ternyata perkembangan  matematika maju pesat di bidang operations research, statistika dan matematika ekonomi.
Operations research, pada awalnya dikembangkan oleh pimpinan militer Inggris dalam perang dunia ke II, sebagai strategi dan taktik yang berhubungan dengan pertahanan udara dan darat. Operation research ini dipergunakan dalam usaha mengefesienkan pemakaian peralatan dan ketenagaan dalam perang dunia ke II tersebut. Karena hasilnya sangat mengagumkan, maka tim operations research AS megembangkan lebih jauh dengan berbagai bidang antara lain penyelesaian masalah logistik, penemuan jaringan penerbangan baru serta pertambangan.
Akhirnya memasuki abad komputer penerapan matematika maju pesat baik dari segi keilmuannya maupun dari segi pemakaiannya di segala bidang.

Peranan Matematika dalam IPA
Menurut perkiraan pada saat dimulainya manusia menulis sama dengan awal dimulainya manusia berhitung kira-kira 1000 SM.  Tulisan merupakan simbol sedang berhitung pada awalnya merupakan peraturan proyek yang dihitung. Matematik adalah alat bantu untuk  mengotori sebagian permasalahan dalam permasalahan hidup manusia.
Tanpa matematika IPA tak akan berkembang karena IPA menggantungkan pada metode induksi. Dengan induksi tak mungkin manusia  akan dapat mengukur jarak antara bumi dan matahari.
Bahkan mengetahui keliling bumi pada zaman dulu tak mungkin. Ternyata penggabungan antara metode induksi dan deduksi Erathotene 240 SM dapat menghitung keliling bumi.
Contoh-contoh sumbangan matematika, terhadap IPA antara lain:
1.  Hyparchus 100 dapat mengukur jarak dari bumi ke bulan yang diilhami oleh ajaran Aristoteles     menyatakan  bahwa bumi, bulan dan matahari suatu serta garis lurus.
2.     Aristoteles mengukur jarak bumi ke matahari hanya karena kesalahan teknis perkiraannya meleset. Saat   itu jarak bumi ke matahari 20 x jarak bumi ke bulan sedang sebenarnya 400 kali.
3.      Phytagoras menghitung benda-benda dengan segi banyak.
4.      Apolloeus menghitung benda yang bergaris lengkung.
5.      Keppler (1609) menghitung jarak peredaran yang berbentuk elip dari planet-planet.
6.      Gallileo (642) dapat menetapkan hukum lintasan gerak peluru, gerak dan percepatan.
7.      Hygens (1695) dapat memecahkan teka-teki atas artinya cincin saturnus, perhitungan kecepatan cahaya 600.000 × kecepatan suara.
Dari gambaran tersebut tampak jelas bahwa perkembangan IPA sangat didukung oleh matematika. Tanpa matematika orang tidak dapat menghitung kecepatan sinar, tanpa mengetahui kecepatan sinar manusia tidak dapat mengukur jarak antara benda-benda angkasa, lebih-lebih dengan diketemukannya teknologi komputer manusia semakin jauh dapat mengetahui tentang IPA, bagaimana manusia akan dapat mengendalikan pesawat angkasa dari jarak jutawan kamu dari bumi tanpa benturan perhitungan matematika.


SUMBER
http://ngbmulty.multiply.com/journal/item/38 diakses Jumat, tanggal 8 Oktober 2010 pukul 11:49 WIB.

http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/1787020-perkembangan-ilmu-pengetahuan/ diakses Sabtu, tanggal 9 Oktober 2010, pukul 12.15 WIB.

http://meetabied.wordpress.com/2010/06/04/sejarah-perkembangan-matematika/ diakses Sabtu, tanggal 9 Oktober 2010, pukul 12.30 WIB.


TEORI, DEFINISI, PENGERTIAN, KEPUTUSAN
DAN SIMPULAN


A.    TEORI
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan.
Kata “teori” memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang-bidang pengetahuan yang berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks diskusi. Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta. Selain itu, berbeda dengan teorema, pernyataan teori umumnya hanya diterima secara “sementara” dan bukan merupakan pernyataan akhir yang konklusif. Hal ini mengindikasikan bahwa teori berasal dari penarikan kesimpulan yang memiliki potensi kesalahan, berbeda dengan penarikan kesimpulan pada pembuktian matematika.
Sedangkan secara lebih spesifik di dalam ilmu sosial, terdapat pula teori sosial. Neuman mendefiniskan teori sosial adalah sebagai sebuah sistem dari keterkaitan abstraksi atau ide-ide yang meringkas dan mengorganisasikan pengetahuan tentang dunia sosial. Perlu diketahui bahwa teori berbeda dengan idiologi, seorang peneliti kadang-kadang bias dalam membedakan teori dan ideologi. Terdapat kesamaan diantara kedunya, tetapi jelas mereka berbeda. Teori dapat merupakan bagian dari ideologi, tetapi ideologi bukan teori. Contohnya adalah “aleniasi manusia” adalah sebuah teori yang diungkapakan oleh Karl Marx, tetapi Marxis atau Komunisme secara keseluruhan adalah sebuah ideologi.
Dalam ilmu pengetahuan, teori dalam ilmu pengetahuan berarti model atau kerangka pikiran yang menjelaskan fenomena alami atau fenomena sosial tertentu. Teori dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode ilmiah. Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu (misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan). Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan (misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan). Sebuah teori membentuk generalisasi atas banyak observasi dan terdiri atas kumpulan ide yang koheren dan saling berkaitan.
Istilah teoritis dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang diramalkan oleh suatu teori namun belum pernah terobservasi. Sebagai contoh, sampai dengan akhir-akhir ini, lubang hitam dikategorikan sebagai teoritis karena diramalkan menurut teori relativitas umum tetapi belum pernah teramati di alam. Terdapat miskonsepsi yang menyatakan apabila sebuah teori ilmiah telah mendapatkan cukup bukti dan telah teruji oleh para peneliti lain tingkatannya akan menjadi hukum ilmiah. Hal ini tidaklah benar karena definisi hukum ilmiah dan teori ilmiah itu berbeda. Teori akan tetap menjadi teori, dan hukum akan tetap menjadi hukum.
Di dalam sebuah teori terdapat beberapa elemen yang mengikutinya. Elemen ini berfungsi untuk mempersatukan variabel-variabel yang terdapat di dalam teori tersebut.
1.      Konsep
Konsep adalah sebuah ide yang diekspresikan dengan simbol atau kata. Konsep dibagi dua yaitu, simbol dan definisi.Dalam ilmu alam konsep dapat diekspresikan dengan simbol-simbol seperti, ”∞” = tak terhingga, ”m”= Massa, dan lainya. Akan tetapi, kebanyakan di dalam ilmu sosial konsep ini lebih diekspresikan dengan kata-kata tidak melalui simbol-simbol. Menurut Neuman kata-kata juga merupakan simbol karena bahasa itu sendiri adalah simbol. Karena mempelajari konsep dan teori seperti mempelajari bahasa. Konsep selalu ada di mana pun dan selalu kita gunakan. Misalnya kita membicarakan tentang pendidikan. Pendidikan merupakan suatu konsep, ia merupakan ide abstrak yang hanya didalam pikiran kita saja.
2.      Scope
Dalam teori seperti yang dijelaskan di atas memiliki konsep. Konsep ini ada yang bersifat abstrak dan ada juga yang bersifat kongkret. Teori dengan konsep-konsep yang abstrak dapat diaplikasikan terhadap fenomena sosial yang lebih luas, dibanding dengan teori yang memiliki konsep-konsep yang kongkret. Contohnya, teori yang diungkapkan oleh Lord Acton ”kekuasaan cenderung dikorupsikan”. Dalam hal ini kekuasaan dan korupsi ada pada lingkup yang abstrak. Kemudian kekuasaan ini dalam lingkup kongkret sepeti presiden, raja, jabatan ketua RT, dan lain-lain. Dan korupsi dalam lingkup kongkret seperti korupsi uang.
3.      Relationship
Teori merupakan sebuah relasi dari konsep-konsep atau secara lebih jelasnya teori merupakan bagaimana konsep-konsep berhubungan. Hubungan ini seperti pernyataan sebab-akibat (causal statement) atau proposisi. Proposisi adalah sebuah pernyataan teoritis yang memperincikan hubungan antara dua atau lebih variabel, memberitahu kita bagaimana variasi dalam satu konsep dipertangggung jawabkan oleh variasi dalam konsep yang lain. Ketika seorang peneliti melakukan tes empiris atau mengevaluasi sebuah hubungan itu, maka hal ini disebut sebuah hipotesa. Sebuah teori sosial juga terdiri dari sebuah mekanisme sebab akibat, atau alasan dari sebuah hubungan, sedangkan mekanisme sebab akibat adalah sebuah pernyataan bagaimana sesuatu bekerja.

B.     DEFINISI
Dalam proses pembicaraan atau membaca, tidak jarang orang bertemu dengan kata-kata yang artinya tidak menjadi jelas melalui konteksnya. Untuk memahami artinya diperlukan definisi sehingga salah satu tujuan definisi adalah menambah perbendaharaan bahasa bagi orang yang tidak tahu tersebut.
Tujuan berikutnya dari definisi adalah untuk menghapus kedwiartian kata, khususnya kata-kata kunci, agar tukar pikiran tidak menjurus pada kesalahan berpikir dak tidak sekadar bersifat verbal. Di lain kesempatan, kita mungkin sedikit tahu arti kata, tetapi tidak pasti batas-batas penerapannya. Nah, di sinilah definisi perlu dibuat.
Definisi berasal dari kata latin: definire, yang berarti: menandai batas-batas pada sesuatu, menentukan batas, memberi ketentuan atau batasan arti. Jika tidak demikian, orang akan gampang berbicara secara liar ‘ke utara-ke selatan’ dan di luar masalah.
Secara garis besar definisi dibedakan atas tiga macam, yakni definisi nominalis, definisi realis, dan definisi praktis.
1.      Definisi Nominalis
Definisi niminalis ialah menjelaskan sebuah kata dengan kata lain yang lebih umum dimengerti. Jadi, sekadar menjelaskan kata sebagai tanda, bukan menjelaskan hal yang ditandai. Definisi nominalis terutama dipakai pada permulaan sesuatu pembicaraan atau diskusi. Definisi nominalis ada 6 macam, yaitu definisi sinonim, definisi simbolik, definisi etimologik, definisi semantik, definisi stipulatif, dan definisi denotatif.
Dalam membuat definisi nominalis ada 3 syarat yang perlu diperhatikan, yaitu: jika sesuatu kata hanya mempunyai sesuatu arti tertentu harus selalu diikuti menurut arti dan pengertiannya yang sangat biasa, jangan menggunakan kata untuk mendefinisikan jika tidak tahu artinya secara tepat jika arti sesuatu istilah menjadi objek pembicaraan maka harus tetap diakui oleh kedua pihak yang berdebat.
2.      Definisi Realis
Definisi realis ialah penjelasan tentang hal yang ditandai oleh sesuatu istilah. Jadi, bukan sekadar menjelaskan istilah, tetapi menjelaskan isi yang dikandung oleh suatu istilah. Definisi realis ada 2 macam sebagai berikut.
  1. Definisi Esensial.
Definisi esensial, yakni penjelasan dengan cara menguraikan bagian-bagian dasar yang menyusun sesuatu hal, yang dapat dibedakan antara definisi analitik dan definisi konotatif. Definisi analitik, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan bagian-bagian sesuatu benda yang mewujudkan esensinya. Definisi konotatif, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan isi dari suatu term yang terdiri atas genus dan diferensia.
  1. Definisi Deskriptif.
Definisi deskriptif, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan sifat-sifat yang dimiliki oleh hal yang didefinisikan yang dibedakan atas dua hal, definisi aksidental dan definisi kausal. Definisi aksidental, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan jenis dari halnya dengan sifat-sifat khusus yang menyertai hal tersebut, Definisi kausal, yakni penjelasan dengan cara menyatakan bagaimana sesuatu hal terjadi atau terwujud. Hal ini berarti juga memaparkan asal mula atau perkembangan dari hal-hal yang ditunjuk oleh suatu term.
3.      Definisi Praktis
Definisi praktis ialah penjelasan tentang sesuatu hal ditinjau dari segi kegunaan atau tujuan, yang dibedakan atas 3 macam, definisi operasional, definisi fungsional, dan definisi persuasif. Definisi operasional, yakni penjelasan suatu term dengan cara menegaskan langkah-langkah pengujian khusus yang harus dilaksanakan atau dengan metode pengukuran serta menunjukkan bagaimana hasil yang dapat diamati. Definisi fungsional, yakni penjelasan sesuatu hal dengan cara menunjukkan kegunaan atau tujuannya. Definisi persuasif, yakni penjelasan dengan cara merumuskan suatu pernyataan yang dapat mempengaruhi orang lain. Definisi persuasif pada hakikatnya merupakan alat untuk membujuk atau teknik untuk menganjurkan dilakukannya perbuatan tertentu.
Dalam merumuskan definisi ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan supaya definisi yang dirumuskan itu baik dan betul-betul mengungkapkan pengertian yang didefinisikan secara jelas dan mudah dimengerti. Syarat-syarat definisi secara umum dan sederhana ada lima syarat, definisi harus menyatakan ciri-ciri hakiki dari apa yang didefinisikan, definisi harus merupakan suatu kesetaraan arti hal yang didefinisikan dengan yang untuk mendefinisikan, definisi harus menghindarkan pernyataan yang memuat istilah yang didefinisikan, definisi sedapat mungkin harus dinyatakan dalam bentuk rumusan yang positif, definisi harus dinyatakan secara singkat dan jelas terlepas dari rumusan yang kabur atau bahasa kiasan.

C.    PENGERTIAN
Pengertian adalah perwakilan universal dari suatu barang. Disebut konsep, karena dengan perantaraannya seakan-akan akal budi menangkap atau melahirkan barang itu, seperti seorang ibu menerima anak-anak.
Pengertian (konsep) dapat dipandang secara objektif dan secara formal.
a.    Konsep yang dipandang secara objektif adalah objek dari konsep atau objek yang ditangkap, misalnya konsep “manusia”.
b.      Konsep yang dipandang secara formal adalah pekerjaan menangkap atau pekerjaan, yang mana akal budi menangkap sesuatu objek.
Konsep (objektif) memiliki dua ciri pokok ialah :
a.       Komprehensi
Komprehensi adalah jumlah ciri yang dimuat dalam konsep itu; misalnya konsep manusia memuat 2 ciri, ialah “kebinatangan” dan “ke-budian”, karena manusia adalah binatang yang berbudi; keseluruhan dari ke-2 ciri itu merupakan komprehensi dari konsep “manusia”.

b.      Ekstensi
Ekstensi adalah jumlah subyek-subyek, untuk mana konsep itu dapat dipakai; misalnya konsep manusia dapat dipakai untuk orang-orang Itali; Orang-orang Jerman; orang-orang Amerika, dan lain-lain.
Tentang komprehensi dan ekstensi terdapat hubungan pokok : Makin besar komprehensi, makin kecil ekstensi, dan sebaliknya. Konsep “yang hiidup” memiliki komprehensi yang lebih kecil daripada konsep “manusia”, akan tetapi ekstensinya lebih besar, karena “yang hidup” dapat dipakai untuk manusia, binatang-binatang dan untuk tumbuh-tumbuhan.
1.      Macam-macam Pengertian Konsep Tanpa Hubungan dengan Konsep Lain
  1. Atas dasar asalnya atau cara bagaimana diperoleh konsep itu, terdapat:
1)      Konsep Langsung dan Konsep Refleks
Konsep langsung adalah konsep dari barang tertentu yang riil atau konsep yang diperoleh dari barang yang langsung dikenal. Seperti konsep “manusia”, “kuda”, “bunga” , dan lain-lain.
Konsep refleks adalah konsep yang diperoleh dengan pekerjaan akal budi dengan perantaraan konsep yang lain; seperti konsep “yang ada” diperoleh dengan perantaraan konsep-konsep lain dari barang-barang yang ada.
2)      Konsep yang intuitif dan yang diskursif
Konsep yang intuitif adalah konsep yang diperoleh secara langsung dari hadirnya suatu barang; seperti konsep “manusia” diperoleh lansung dengan mengenal orang-orang manusia. Konsep “warna”, “bunga”, “panas” diperoleh lansung dari pengalaman.
Konsep diskursif adalah konsep yang diperoleh dengan perantaraan pemikiran; seperti konsep “Tuhan” diperoleh dengan pemikiran, sebab Tuhan tidak dapat dicapai secara langsung oleh akal budi kita.
3)      Konsep yang khusus dan konsep umum
Konsep yang khusus, yang juga disebut quidditatif, adalah konsep, dengan mana suatu barang dikenal dalam dirinya atau dalam barang lain yang sederajat atau yang lebih luhur.
Konsep umum, yang juga disebut abstraktif, adalah konsep dengan mana suatu barang dikenal dalam barang lain yang kurang sempurna.

  1. Atas dasar komprehensi, atau jumlah ciri-ciri yang dimuat dalam konsep
1)      Konsep Sederhana dan Konsep Jamak
Konsep sederhana adalah konsep yang terdiri dari satu ciri; demikian konsep “yang ada” yang tidak dapat diurai lagi. Konsep jamak adalah konsep yang terdiri dari beberapa ciri.
2)      Konsep Konkrit dan Konsep Abstrak
Konsep konkrit ialah konsep yang menunjukkan suatu subjek dengan bentuk atau sifat. Konsep abstrak menunjukkan bentuk atau sifat tanpa subjek.
  1. Atas dasar ekstensi
1)      Konsep singulir, yang menunjukkan satu barang.
2)      Konsep partikulir, yang menunjukkan beberapa barang.
3)      Konsep universil, yang menunjukkan semua barang dari satu macam yang sama dan dipakai juga untuk masing-masing.
4)      Konsep kolektif, yang menunjukkan suatu kumpulan barang-barang dan tidak dipakai untuk masing-masing.
  1. Atas dasar kesempurnaan
1)      Konsep yang terang.
2)      Konsep distinktif.
3)      Konsep adekwat.
4)      Konsep komprehensif.
2.      Macam-macam Konsep dalam Hubungannya dengan Konsep Lain
a.       Konsep-konsep yang cocok, kalau dua konsep dapat diketemukan dalam satu barang; tidak cocok kalau tidak dapat diketemukan dalam satu barang.
b.      Konsep-konsep yang bukan rukun cocok:
1)      Konsep-konsep yang relatif.
2)      Konsep-konsep yang privatif.
3)      Konsep-konsep yang kontradiktoris.
4)      Konsep-konsep kontraris.

D.    KEPUTUSAN
Keputusan adalah suatu reaksi terhadap beberapa solusi alternatif yang dilakukan secara sadar dengan cara menganalisa kemungkinan-kemungkinan dari alternatif tersebut bersama konsekuensinya. Setiap keputusan akan membuat pilihan terakhir, dapat berupa tindakan atau opini. Itu semua bermula ketika kita perlu untuk melakukan sesuatu tetapi tidak tahu apa yang harus dilakukan. Untuk itu keputusan dapat dirasakan rasional atau irrasional dan dapat berdasarkan asumsi kuat atau asumsi lemah.
Teori Keputusan adalah berasal dari teori kemungkinan yang merupakan konsekuensi dari beberapa keputusan yang telah dievaluasi. Teori Keputusan digunakan untuk berbagai macam ilmu bidang study, terutama bidang ekonomi.
Dua metode dari teori keputusan yang terkenal adalah teori keputusan normatif dan teori keputusan deskriptif.
Teori Keputusan Normatif dicapai berdasarkan alasan yang rasional atau bisa disebut dengan alasan yang masuk akal (teori logika), sedangkan teori keputusan Deskriptif dicapai berdasarkan empirik atau merupakan hasil pengamatan, percobaan, dan biasanya dikuatkan dengan statistik.
Hakikat keputusan adalah menyelenggarakan sintesis. Sintesis ini adalah suatu aktivitas mengumpulkan atau memperbandingkan dua buah konsep. Dua konsep yang berada di dalam pikiran kita tadi, yang satu mewakili unsur yang akan ditentukan, sedangkan yang lain mewakili unsur formal, yakni unsur penentuan. Proses ini disebut sintesis konkretiva. Aktivitas tersebut bermaksud untuk menangkap hubungan yang ada dan hendak menentukan hubungan antara dua konsep tadi. Apabila kemudian kita membuat kegiatan penyatuan konsep-konsep di mana kita mengakui atau menolak hubungan yang ada, yakni yang disebut kegiatan memutuskan, maka kita menyelenggarakan sintesis objektiva.
Jadi kalau dirumuskan kembali: keputusan adalah kegiatan manusia melalui akal budinya tempat ia mempersatukan karena mengakui (identitasnya) atau memisahkan karena menolak (identitasnya).
Apabila unsur-unsur keputusan diuraikan maka dapat ditemukan tiga buah unsur: 1) subjek, 2) predikat, 3) pengakuan atau penolakan. Subjek dan predikat merupakan materi keputusan sedangkan bnetuk keputusan terdiri dari pengakuan atau penolakan.
Secara psikologis keputusan dapat dibedakan:
a.       Secara formal, yakni berkaitan dengan persetujuan (asensus) yang diberikan: keputusan pasti dan keputusan tidak pasti (mungkin, dugaan, ragu-ragu), keputusan hati-hati dan keputusan gegabah.
b.      Secara material, yakni berkaitan dengan isi keputusan: keputusan tidak langsung atau keputusan yang disimpulkan (kesimpulan-kesimpulan; keputusan analitis dan sintetis bergantung pada isi pengertian predikat (P) termuat di dalam isi pengertian subjek (S); keputusan a priori dan keputusan a posteriori bergantung bertumpu pada pengalaman sehingga keputusan akibatnya bersifat mutlak atau relatif.

Pembagian Keputusan
1.      Keputusan Menurut Materinya atau Bahannya
  1. Keputusan Analitis
Keputusan analitis adalah keputusan yang predikatnya sudah disebutkan, atau sudah dimuat oleh subjek atau sekadar mengungkapkan ciri hakiki subjek atau yang menyatakan ciri yang niscaya dari subjek.
Contoh         :  Lingkaran itu bulat.
Keterangan   :  Yang disebut lingkaran (subjek) niscaya mempunyai bentuk bulat (predikat).
  1. Keputusan Sintetis
Keputusan sintetis ialah keputusan yang predikatnya mewujudkan sintetis dengan subjek.
Contoh : Mahasiswi yang cantik itu pandai.
2.      Apabila kita membagi keputusan menurut bentuknya maka kita dapatkan pembagian: keputusan afirmatif dan keputusan negatif. Disebut afirmatif apabila keputusan tadi berbentuk mengakui, dan disebut negatif apabila keputusan tadi berbentuk menolak.
Misalnya                    :
Keputusan afirmatif  :  Itu pohon nyiur.
Keputusan negatif     :  Itu bukan adik saya.
3.       Apabila dibagi menurut ekstensinya (lingkungannya), kita memperoleh: keputusan universal, keputusan partikular, keputusan singular.
  1. Keputusan universal adalah keputusan yang umum sifatnya, jadi dapat diterapkan pada lingkungan yang sangat luas. Misalnya : Semua manusia dapat berpikir, dan lain-lain.
  1. Keputusan partikular adalah keputusan tentang beberapa dari suatu lingkungan. Misalnya : Beberapa orang Indonesia terkenal pandai di luar negeri.
  1. Keputusan singular adalah keputusan yang hanya mengatakan hal tertentu. Misalnya: Jenderal Soeharto adalah panglima Kostrad.
4.      a. Keputusan Kategoris  :  hubungan antara subjek dan objek tidak bersyarat. Misalnya : Semua ikan
          berenang di dalam air.
b.  Keputusan Hipotetis : hubungan antara subjek dan objeknya ada syaratnya. 
      Misalnya : Kalau mau pergi, cepatlah bersiap

E.     SIMPULAN
Definisi:
1.      Sesuatu yang disimpulkan atau diikatkan.
2.      Hasil menyimpulkan; kesimpulan
Penyimpulan bisa dimengerti sebagai proses mental yang bertolak dari satu atau lebih proposisi menuju beberapa proposisi lain yang secara konsekuen berkaitan dengan proposisi sebelumnya.
Dua Tipe Penyimpulan
1.      Penyimpulan Langsung
Penyimpulan langsung adalah penyimpulan yang di dalamnya kita secara langsung bergerak dari suatu premis tunggal menuju suatu kesimpulan.
Penyimpulan langsung berakhir hanya dalam suatu proposisi baru dan bukan dalam suatu kebenaran baru. Dari kebenaran atau kesalahan suatu proposisi yang ada, kita menarik kebenaran atau kesalahan proposisi yang lain yang perlu mengikutinya. Misalnya, dari proposisi Tidak ada orang Indonesia adalah malaikat, kita dapat menyimpulkan bahwa tidak ada malaikat adalah orang Indonesia. Contoh lain, jika Semua orang Indonesia adalah orang Asia benar, mengatakan tidak ada orang Indonesia adalah orang Asia adalah salah.
2.      Penyimpulan Tidak Langsung
Penyimpulan tidak langsung adalah penyimpulan yang di dalamnya kita memperoleh suatu kesimpulan dari dua atau lebih premis. Disebut tidak langsung, karena penyimpulan ini diperoleh dengan media yang disebut term antara atau term tengah (M). Dengan term antara (M), kita dapat membandingkan premis mayor dan premis minor. Dengan demikian, kita mengetahui alas an mengapa subjek sama dengan predikat atau mengapa subjek tidak sama dengan predikat.
Contoh:
Semua manusia adalah makhluk berjiwa.
Socrates adalah manusia.
Jadi, Socrates adalah makhluk berjiwa.

Hukum-Hukum Penyimpulan Tidak Langsung
Hukum-hukum yang berlaku untuk penyimpulan tidak langsung adalah sebagai berikut.
1.      Jika premis-premis benar, maka kesimpulan juga benar.
2.      Jika premis-premis salah, maka kesimpulan dapat salah, tetapi dapat juga benar.
3.      Jika kesimpulan salah, maka premis-premis juga salah.
4.      Jika kesimpulan benar, maka premis-premis dapat benar tetapi dapat juga salah.


SUMBER
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori. Diakses tanggal 31 Oktober 2010, pukul  14:06 WIB.


BAHASAN UJIAN TENGAH SEMESTER
MATA KULIAH FILSAFAT

Petakan kedudukan Filsafat  Ilmu dalam kerangka keseluruhan Program Studi    Pendidikan Matematika. Bagaimana peran mata kuliah ini dalam upaya mengembangkan potensi  mahasiswa menjadi ilmuwan, profesional  dan seniman?

Jawab:
Sebelum membahas peta kedudukan mata kuliah Filsafat Ilmu dalam kerangka keseluruhan Program Studi Pendidikan Matematika, dan bagaimana peran mata kuliah ini dalam upaya mengembangkan potensi mahasiswa menjadi ilmuwan, profesional dan seniman, akan dibahas pengertian filsafat, ilmu dan filsafat ilmu serta tujuan Pendidikan matematika. Juga akan dibahas pengertian ilmuwan, profesional dan seniman dalam upaya mengembangkan potensi mahasiswa menjadi ilmuwan, profesional dan seniman

Pengertian Filsafat
Wiramihardja (2007) merangkum beberapa pendapat tentang filsafat menurut beberapa ahli filsafat. Plato menyatakan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang murni. Aristoteles, murid Plato, berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran seperti ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika. Descartes mendefinisikan filsafat sebagai kumpulan segala ilmu pengetahuan termasuk di dalamnya Tuhan, alam,  dan manusia menjadi pokok penyelidikan. Imanuel Kant menyatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang di dalamnya mencakup empat persoalan, yaitu apa yang dapat diketahui (metafisika), apa yang seharusnya diketahui (etika), sampai di mana harapan kita (agama), dan apa yang dinamakan dengan manusia (antropologi). Secara etimologis, filsafat dalam bahasa Yunani merupakan gabungan dua kata, yaitu philein yang berarti cinta atau philos yang berarti mencintai, menghormati, menikmati, dan sophia atau sofein yang berarti kehikmatan, kebenaran, kebaikan, kebijaksanaan, atau kejernihan. Secara praktis, filsafat adalah alam berpikir atau alam pikiran. Menurut Sudarsono (2008) filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatu secara mendalam, sungguh-sungguh, dan radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa filsafat merupakan pokok pangkal dari ilmu pengetahuan yang mengkaji kebenaran sesuatu secara mendalam dan hakiki.

Pengertian Ilmu
Menurut Mohammad Hatta ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum sebab-akibat dalam suatu golongan masalah yang sama sifatnya, baik menurut kedudukannya (apabila dilihat dari luar), maupun menurut hubungannya (jika dilihat dari dalam). Menurut Harsojo, Guru Besar Antropolog, Universitas Pajajaran, ilmu dapat dimaknai sebagai akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan; suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris. Ilmu dapat diamati panca indera manusia; suatu cara menganalisis yang mengizinkan kepada para ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk "jika ..., maka ...." (http://www.anneahira.com,).
Sudrajat (2008) merangkum beberapa pendapat ahli tentang ilmu. Moh. Nazir  mengemukakan bahwa ilmu tidak lain dari suatu pengetahuan, baik natura atau pun sosial, yang sudah terorganisir serta tersusun secara sistematik menurut kaidah umum. Ahmad Tafsir memberikan batasan ilmu sebagai pengetahuan logis dan mempunyai bukti empiris. Sikun Pribadi merumuskan pengertian ilmu secara lebih rinci (ia menyebutnya ilmu pengetahuan), bahwa:
“Obyek ilmu pengetahuan ialah dunia fenomenal, dan metode pendekatannya berdasarkan pengalaman (experience) dengan menggunakan berbagai cara seperti observasi, eksperimen, survey, studi kasus, dan sebagainya. Pengalaman-pengalaman itu diolah oleh pikiran atas dasar hukum logika yang tertib. Data yang dikumpulkan diolah dengan cara analitis, induktif, kemudian ditentukan relasi antara data-data, di antaranya relasi kausalitas. Konsepsi-konsepsi dan relasi-relasi disusun menurut suatu sistem tertentu yang merupakan suatu keseluruhan yang terintegratif. Keseluruhan integratif itu kita sebut ilmu pengetahuan.”
Di lain pihak, Lorens Bagus mengemukakan bahwa ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek (atau alam objek) yang sama dan saling terkait secara logis.
Dari beberapa pengertian di atas dapat diperoleh gambaran bahwa pada prinsipnya ilmu merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan pengetahuan atau fakta yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Usaha ini dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode ilmiah.

Pengertian filsafat ilmu
Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.
Menurut Peter Caws, filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia.
Menurut Robert Ackerman, filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap pendapat-pendapat lampau telah dibuktikan atau dalam kerangka kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
      Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu, seperti :
1.  Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
  1. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
  2. Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis). (Jujun S. Suriasumantri, 1982).

Tujuan Pelajaran Matematika
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1.    Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2.  Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan  matematika.
3.     Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4.  Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5.   Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Matematika adalah :
                              1.            Cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara   sistematis.
                              2.            Pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah-masalah tentang ruang dan bentuk.
                              3.            Pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
                              4.            Pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan.
                              5.            Pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.

 Ilmuwan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) dijelaskan bahwa ilmuwan ialah orang yang ahli atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu. Ilmuwan juga berarti orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995).
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa ilmuwan adalah orang yang ahli tentang ilmu pengetahuan atau yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan.


Profesional dan Profesionalisme
 Kata profesi dalam KKBI diartikan profesi sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dsb.) tertentu. Istilah profesional berarti:
1) bersangkutan dengan profesi;
2) memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya;
3) mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan amatir).
Dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 1 ayat 4, yang dimaksud profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Seorang profesional adalah seseorang yang menawarkan jasa atau layanan sesuai dengan protokol dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya dan menerima gaji sebagai upah atas jasanya. Orang tersebut juga merupakan anggota suatu entitas atau organisasi yang didirikan seusai dengan hukum di sebuah negara atau wilayah. Meskipun begitu, seringkali seseorang yang merupakan ahli dalam suatu bidang juga disebut profesional dalam bidangnya meskipun bukan merupakan anggota sebuah entitas yang didirikan dengan sah.
Istilah profesionalisme dalam KKBI adalah mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional. Dengan demikian, profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kualitas dan tindak tanduk yang menggambarkan ciri profesi guru atau guru yang profesional.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa seorang profesional adalah seorang yang bekerja dengan keahlian, kemahiran atau kecakapan menurut bidangnya. Ilmuwan profesional artinya orang yang ahli dalam suatu ilmu pengetahuan dan bekerja dalam suatu bidang keilmuan sebagai profesinya.

Seniman
    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) dijelaskan bahwa seniman adalah orang yang mempunyai bakat seni dan berhasil menciptakan dan menggelar karya seni. Selain itu orang yang mempunyai bakat seni adalah orang yang mempunyai keahlian membuat karya yang bermutu serta mempunyai kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi.
    Berdasarkan uraian di atas , dapat dikatakan bahwa seniman adalah orang mempunyai bakat seni dan mempunyai keahlian membuat karya yang bermutu dan menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi.

 Pembahasan
Program Pascasarjana Pendidikan Matematika merupakan program pascasarjana yang membekali para sarjana pendidikan matematika atau sarjana matematika dengan berbagai mata kuliah yang dapat menunjang tugas pokok mahasiswa masing-masing. Kedudukan mata kuliah Filsafat Ilmu dalam kerangka keseluruhan Program Pascasarjana Pendidikan Matematika berada pada posisi yang strategis. Filsafat Ilmu menjadi dasar yang kuat, baik bagi pembahasan-pembahasan mata kuliah kependidikan matematika maupun bagi pembahasan mata kuliah keilmuan matematika.
Peran mata kuliah ini dalam upaya mengembangkan potensi mahasiswa menjadi ilmuwan, profesional dan seniman  juga begitu besar. Dengan memahami Filsafat Ilmu, para mahasiswa Program Pascasarjana Pendidikan Matematika dapat memiliki keyakinan diri yang kuat untuk menjadi ilmuwan, profesional dan seniman, khususnya ilmuwan pendidikan matematika yang profesional dan mempunyai jiwa seni agar dapat menciptakan karya yang bermutu dan bernilai tinggi. Dengan dasar Filsafat Ilmu, mahasiswa memiliki pondasi berpikir yang kuat untuk mengembangkan keilmuan matematika dan keilmuan pendidikan matematikanya.
Mahasiswa Program Pascasarjana Pendidikan Matematika berasal dari dua kutub kesarjanaan, yakni sarjana pendidikan matematika dan sarjana matematika. Filsafat Ilmu dapat menjadi mata rantai yang kuat untuk mengkolaborasikan dan mengembangkan dua potensi mahasiswa ini menjadi sebuah kekuatan yang dapat mendorong lahirnya calon ilmuwan pendidikan matematika yang profesional dan mempunyai jiwa seni.
            Secara singkat dapat dikatakan bahwa mata kuliah Filsafat Ilmu berkedudukan sebagai pondasi pokok bagi dua bidang kajian penting dalam Program Pascasarjana Pendidikan Matematika. Mata kuliah ini menjadi bagian intersection yang kuat antara mata-mata kuliah kependidikan matematika dan keilmuan matematika. Mata kuliah ini memiliki peran strategis dalam rangka mencetak calon ilmuwan yang profesional serta mempunyai jiwa seni dalam bidang pendidikan matematika.

     
Ilmu merupakan salah satu jenis pengetahuan yang dimiliki oleh manusia. Persyaratan apakah yang harus dimiliki agar pengetahuan itu dapat dikategorikan sebagai ilmu? Penjelasan disertai dengan contoh dalam kontek pendidikan matematika akan dapat memperjelas jawaban saudara.

  Jawab:
Untuk menjelaskan hal di atas, terlebih dahulu dibahas pengertian ilmu, persyaratan yang harus dimiliki oleh ilmu dan contoh dalam pendidikan matematika.
Ilmu  bisa berarti proses memperoleh pengetahuan, atau pengetahuan terorganisasi yang diperoleh lewat proses tersebut. Proses keilmuan adalah cara memperoleh pengetahuan secara sistematis tentang suatu sistem. Perolehan sistematis ini umumnya berupa metode ilmiah, dan sistem tersebut umumnya adalah alam semesta. Dalam pengertian ini, ilmu sering disebut sebagai sains.
Mohammad Hatta mengatakan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum sebab-akibat dalam suatu golongan masalah yang sama sifatnya, baik menurut kedudukannya, apabila dilihat dari luar, maupun menurut hubungannya, jika dilihat dari dalam. Harsodo, Guru Besar Antropolog, Universitas Pajajaran, mengatakan ilmu dapat dimaknai sebagai akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan--suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris. Ilmu dapat diamati panca indera manusia--suatu cara menganalisis yang mengizinkan kepada para ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk: "jika..., maka...."
   Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang systematik mengenai kealaman, kemasyarakatan, atau keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan atau melakukan penerapan (The Liang Gie, 2004:93).
   Pengertian ilmu mencakup logika, adanya interpretasi subjektif ddan konsistensi dengan realitas sosial (Schulz, 1962).
   Konsep ilmu pada dasarnya mencakup tiga hal yaitu: adanya rasionalisme, dapat digeneralisasi dan dapat disistematisasi (Shapere, 1974).
   Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang systematik mencakup logika, adanya interpretasi subjektif ddan konsistensi dengan realitas sosial.

Suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila dapat memenuhi persyaratan-persyaratan berikut ini (Sudrajat, 2008).
  1. Objek studi
Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti, baik yang berhubungan dengan alam (kosmologi) maupun tentang manusia (biopsikososial).
  1. Metode
Ilmu mensyaratkan adanya metode tertentu, yang di dalamnya berisi pendekatan dan teknik tertentu. Metode ini dikenal dengan istilah metode ilmiah. Dalam hal ini, Moh. Nazir mengungkapkan bahwa metode ilmiah boleh dikatakan merupakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis.
  1. Pokok permasalahan
Ilmu mensyaratkan adanya pokok permasalahan (focus of interest) yang akan dikaji. Mengenai focus of interest ini Husein Al-Kaff dalam Kuliah Filsafat Islam di Yayasan Pendidikan Islam Al-Jawad menjelaskan bahwa ketika masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan pisau ilmu, masalah-masalah yang sederhana menjadi tidak sederhana lagi. Masalah-masalah itu akan berubah dari sesuatu yang mudah menjadi sesuatu yang sulit, dari sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang rumit (complicated).
Dari uraian di atas, kita dapat melihat bahwa sifat-sifat ilmu merupakan kumpulan pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu yang:
·         berdiri secara satu kesatuan;
·         tersusun secara sistematis;
·   ada dasar pembenarannya (ada penjelasan yang dapat dipertanggung jawabkan disertai sebab-sebabnya yang meliputi fakta dan data);
·         mendapat legalitas bahwa ilmu tersebut hasil pengkajian atau riset;
·   communicable, artinya ilmu dapat ditransfer kepada orang lain sehingga dapat dimengerti dan dipahami   maknanya;
·         universal, artinya ilmu tidak terbatas ruang dan waktu sehingga dapat berlaku di mana saja dan kapan saja di seluruh alam semesta ini; dan
·      berkembang, maksudnya ilmu sebaiknya mampu mendorong pengetahuan-pengatahuan dan          penemuan-penemuan baru. Sehingga, manusia mampu menciptakan pemikiran-pemikiran yang lebih berkembang dari sebelumnya (Content Team, 2008).

Dalam epistemologi atau perkembangan untuk mendapatkan ilmu diperlukan sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah ini adalah alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik. Jadi, fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah untuk mendapat ilmu.  Adapun sarana berpikir ilmiah adalah bahasa, logika, matematika, dan statistika. Keempat sarana berpikir ilmiah ini sangat berperan dalam pembentukan ilmu yang baru (Indaryanti, 2007).
 Syarat suatu ilmu adalah bila ilmu itu sesuai dengan pengetahuannya dan sesuai dengan kenyataannya. Dengan kata lain, suatu ilmu itu berada di dunia empiris dan dunia rasional. Andaikan ilmu itu bergerak dari khasanah ilmu yang berada di dunia rasional, kemudian ilmu itu mengalami proses deduksi. Dalam proses deduksi ini, sarana berpikir ilmiah yang berperan adalah logika dan matematika. Di sini teori-teori  yang ada dapat dikaitkan dengan fenomena-fenomena sehingga terjadilah hipotesis atau dugaan, dalam hal ini disebut sebagai ramalan. Ramalan  ini perlu diuji melalui tahapan pengujian. Tahapan pengujian dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. Dalam proses pengujian dilakukan pengumpulan fakta-fakta di lapangan atau di dunia empiris. Selanjutnya, dilakukan pengujian dengan bantuan sarana berpikir ilmiah statistika, sehingga terjadi proses induksi untuk mendapat khasanah ilmu yang lain. Proses ini akan berulang terus, sehingga ilmu tersebut selalu berkembang untuk mendapatkan ilmu yang baru atau ilmu yang lain.
Salah satu contoh adalah tentang bilangan nol. Konsep bilangan nol (Bawono, 2008) telah berkembang sejak zaman Babilonia danYunani kuno, yang pada saat itu diartikan sebagai ketiadaan dari sesuatu. Konsep bilangan nol dan sifat-sifatnya terus berkembang dari waktu ke waktu. Hingga pada abad ke-7, Brahmagupta seorang matematikawan India memperkenalkan beberapa sifat bilangan nol.
Sifat-sifat bilangan nol antara lain adalah adalah suatu bilangan bila dijumlahkan dengan nol adalah tetap. Demikian juga, sebuah bilangan bila dikalikan dengan nol akan menjadi nol. Tetapi, Brahmagupta menemui kesulitan, dan cenderung ke arah yang salah, ketika berhadapan dengan pembagian oleh bilangan nol. Hal ini terus menjadi topik penelitian pada saat itu, bahkan sampai 200 tahun kemudian.
Pada tahun 830, Mahavira (India) mempertegas hasil- hasil Brahmagupta, dan bahkan menyatakan bahwa “sebuah bilangan dibagi oleh nol adalah tetap”. Tentu saja ini suatu kesalahan fatal. Tetapi, hal ini tetap harus sangat dihargai untuk ukuran saat itu.
Ide-ide brilian dari matematikawan India selanjutnya dipelajari oleh matematikawan Muslim dan Arab. Hal ini terjadi pada tahap-tahap awal ketika matematikawan Al-Khawarizmi meneliti sistem perhitungan Hindu (India) yang menggambarkan sistem nilai tempat dari bilangan yang melibatkan bilangan 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Al-Khawarizmi adalah orang yang pertama kali memperkenalkan penggunaan bilangan nol sebagai nilai tempat dalam basis sepuluh. Sistem ini disebut sebagai sistem bilangan desimal. Kini, konsep bilangan desimal merupakan salah satu bagian integral dari ilmu matematika sekolah dasar.
Bilangan nol juga menjadi elemen penting dalam sistem bilangan basis dua. Sistem bilangan ini memiliki elemen 0 dan 1. Sistem bilangan ini menjadi dasar yang sangat penting dalam perkembangan teknologi informasi dewasa ini.

Beberapa ahli filsafat menjelaskan bahwa filsafat itu adalah induk semua ilmu pengetahuan. Apakah dasar pandangan yang melandasi pernyataan tersebut? Bagaimanakah tanggapan saudara atas pernyataan tersebut?


Jawab:
Untuk menjelaskan hal di atas, terlebih dahulu akan di bahas mengenai filsafat dan filsafat sebagai induk semua pengetahuan.

Definisi Filsafat
  Menurut Immanuel Kant (1724-1804) filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan yang di dalamnya tercakup masalah epistemology yang menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui. Sedangkan menurut Plato (427-348 SM) Filsafat ialah pengetahuan yang bersifat untuk mencapai kebenaran yang asli.
        Selain itu Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (Aristoteles, 382-322 SM).
        Descartes (1596-1650) mengatakan bahwa filsafat ialah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya. Dan menurut Cicero (106-043 SM) Filsafat ialah ibu dari semua ilmu pengetahuan lainnya. Folsafat ialah ilmu pengetahuan terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya.
        Dari beberapa pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa Filsafat adalah  ibu atau induk dari semua ilmu pengetahuan lainnya, yang di dalamnya tercakup masalah epistemology yang menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui.
       Filsafat Sebagai Induk Semua Pengetahuan
         Filsafat telah ada semenjak manusia ada, tetapi keberadaannya tidak diakui secara     formal seperti filsafat sekarang. Manusia semenjak mereka ada di muka bumi dan hidup bermasyarakat sudah memiliki gambaran dan cita-cita yang mereka kejar dalam hidupnya, baik secara individu maupun berkelompok. Gambaran dan cita-cita tentang kehidupan ini pula yang mendasari adat istiadat suatu suku atau bangsa, norma, dan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Begitu pula pendidikan yang berlangsung di suatu suku atau bangsa, tidak terlepas dari  gambaran dan cita-cita di atas.
  Filsafat  ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya. Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang sifatnya relatif.  Filsafat dikatakan sebagai induk dari semua bidang ilmu. Dari filsafatlah ilmu-ilmu lahir.
  Pendidikan adalah merupakan salah satu bidang ilmu. Pendidikan lahir dari induknya yaitu filsafat. Sejalan dengan proses perkembangan ilmu, ilmu Pendidikan juga lepas secara perlahan-lahan dari induknya.  
  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Filsafat itu adalah induk dari semua ilmu, karena filsafat adalah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya. Sedangkan ilmu itu sendiri terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
Saya setuju dengan pernyataan di atas yang menjelaskan bahwa filsafat adalah induk dari semua ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan itu memang diperoleh dari usaha manusia untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman dari berbagai segi kenyataan, dan itu merupakan bagian dari filsafat itu sendiri.


Daftar Pustaka
Gie, The Liang. 1991. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.
Ibrahim S., Slamet. 2008. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Bandung: Sekolah Farmasi ITB.
Keraf, A.Sonny dan Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah Tunjauan Filosofis. Yoyakarta: Kanisius.
Meliono, Irmayanti, dkk. 2007. MPKT Modul 1. Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI.
Sudarsono. 2008. Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Wiramihardja, Sutardjo A. 2007. Pengantar Filsafat {Sistematika Filsafat, Sejarah Filsafat, Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemologi), Metafisika dan Filsafat Manusia, Aksiologi}. Bandung: PT Refika Aditama. 
Ahira, Anne. Filsafat Ilmu.
   http://www.anneahira.com/ilmu/filsafatilmu.htm. Diakses 2 September 2010.
     Ahira, Anne. Definisi Ilmu.
   http://www.anneahira.com/ilmu/index.htm. Diakses 2 September 2010.
     Sofian, Jonathan. Filsafat, Ilmu Apakah Itu?
   Diakses 2 September 2010.